Selasa, 28 Agustus 2012

Antara Perjaka dan Perawan 3

Tanganku bergerak semakin berani, yang tadinya hanya meremas jemari tangan kini mulai meraba ke atas menelusuri dari pergelangan tangan terus ke lengan sampai ke bahu lalu kuremas lembut. Kupandangi gundukan bulat menantang bak buah apel Malang dari balik baju kaosnya yang ketat, BH putihnya yang kecil menerawang kelihatan penuh terisi oleh daging lunak yang sangat merangsang. mm... jemari tanganku gemetar menahan keinginan untuk menjamah dan meremas gundukan payudara montoknya itu. ooohh... dan kulirik Dina, ternyata ia masih memandangku penuh keraguan namun aku yakin dari tatapan mataku ia pasti bisa melihat betapa diriku telah dilanda oleh nafsu birahi yang menggelora siap untuk menerkam dirinya, menjamah tubuhnya, meremas dan pada akhirnya pasti akan menggeluti dirinya luar dalam sampai puas. Aku berusaha tetap tersenyum, namun bisikan setan-setan burik di belakangku seakan menggelitik telingaku untuk berbuat lebih nekat, ayo... Ar perkosa saja, jangan tunggu lama-lama, hik.. hik... hik.., begitulah kira-kira yang kudengar.

Sialan pikirku, sedemikian ngeresnya otakku kah? Lalu kulihat bibir Dina bergerak perlahan,
"Mas... Mas Ari harus janji dulu sebelum..." ia tak melanjutkan ucapannya.
"Sebelum apa sayang, katakanlah", bisikku tak sabar. Kini jemari tangan kananku mulai semakin nekat menggerayangi pinggulnya yang sedang mekar itu, ketika jemariku merayap ke belakang kuusap belahan pantatnya yang bundar lalu kuremas gemas. Aduuh Mak, begitu lunak, hangat dan padat.
"aahh... Mas", Dina merintih pelan. Batang penisku makin cenat-cenut tak karuan, sakitnya nggak bisa diceritakan lagi, begitulah kalau salah posisi, mana tegangnya sudah nggak terkontrol lagi. Sementara setan-setan burik di belakangku mulai berjoget dangdut, terlenaa.... kuterlenaa... persis kayak suara Ike Nurjanah.
"Iiih.. Mas aah mmas.. Dina rela menyerahkan semuanya asal Mas Ari mau bertanggung jawab nantinya", Dina berbisik semakin lemah, saat itu jemari tangan kananku bergerak semakin menggila, kini aku bergerak menelusup ke pangkal pahanya yang padat berisi, dan mulai mengelus gundukan bukit kecil bukit kemaluannya. Kuusap perlahan dari balik celananya yang amat ketat, dua detik kemudian kupaksa masuk jemari tanganku di selangkangannya itu dan kini bukit kecil kemaluannya itu telah berada dalam genggaman tanganku. Dina menggelinjang kecil, saat jemari tanganku mulai meremas perlahan terasa empuk hangat dan lembut. Kudekatkan mulutku kembali ke bibir mungilnya yang tetap basah merekah hendak menciumnya, namun kembali Dina menahan dadaku dengan tangan kanannya, "eeehh Mas.. berjanjilah dulu Mas", bisiknya di antara desahan nafasnya yang mulai sedikit memburu. Kena nih cewek, pikirku menang. "Oooh... Dina sayang... Mas berjanji untuk bertanggung jawab, aahh.... Mas menginginkan keperawananmu sayang.. katakanlah", ucapku semakin ngawur dan bernafsu. Sementara jemari tanganku yang sedang berada di sela-sela selangkangan pahanya itu mulai gemetar hendak meremas gundukan bukit kemaluannya lagi, satu... dua... ti..., setan-setan burik di belakangku mulai ramai ngoceh seakan memberiku aba-aba,
"Ba.. baiklah Mas, Dina percaya sama Mas Ari", bisiknya lemah.
"Jadi...?" bisikku kurang yakin.
"hh.... lakukanlah mass... Dina milik Mas seutuhnya.. hh.."
Teng... teng... teng... hatiku bersorak girang seakan tak percaya, kaget campur haru, begitu besar pengorbanannya dengan perkataannya itu.

Tetapi sungguh aku tak pernah menyangka bahwa hari ini aku akan melakukan perbuatan yang mestinya sangat terlarang. Aku tahu nuraniku mengatakan ini sungguh sangat berdosa besar tetapi apalah artinya kalau nafsu telah menguasai dan mengungkungku saat itu, aku lupa diri, dan aku tak peduli akibat selanjutnya nanti, yang terpikirkan saat itu aku ingin segera menjamah tubuh Dina, merasakan kehangatannya, memesrainya sekaligus merenggut dan merasakan nikmat keperawanannya sampai nafsuku terlampiaskan.
"Benarkah..? ooh.. Dina sayanggg... cuppp cuppp..." Secepat kilat bibir mungilnya yang hangat merekah kembali kukecup dan kukulum nikmat. Kuhayati dan kurasakan sepehuh perasaan kehangatan dan kelembutan bibirnya itu, kugigit lembut, kusedot mesra, mm nikmat. Hidung kami bersentuhan lembut dan mesra. Dengus nafasnya terdengar memburu saat kukecup dan kukulum bibirnya cukup lama, bau harum nafasnya begitu sejuk di dadaku. kupermainkan lidahku di dalam mulutnya, persis seperti yang dilakukan para bintang film Vivid, dan dengan mesra Dina mulai berani membalas cumbuanku dengan menggigit lembut dan mengulum lidahku dengan bibirnya. aah... terasa nikmat dan manis saat kedua lidah kami bersentuhan, hangat dan basah. Lalu kukecup dan kukulum bibir atas dan bawahnya secara bergantian. Terdengar suara kecapan-kecapan kecil saat bibirku dan bibirnya saling beradu mengecup mesra. Tak disangka Dina dapat membalas semua kecupan dengan bergairah pula.
"aah.. Dina sayang... kau pintar sekali, kamu pernah punya pacar yaach?" tanyaku curiga. Mukanya yang manis kelihatan sayu dan tatapan matanya tampak mesra, sambil bibirnya tersenyum manis ia menyahutiku.
"Mm... Dina belum pernah punya pacar Mas, ini ciuman Dina yang pertama kok Mas", sahutnya polos.
"Kok ciumanmu pintar sekali, jangan-jangan Dik Dina sering nonton film porno yaa?" godaku. Dina tersenyum malu, dan wajahnya pun tiba-tiba bersemu merah, ia menundukkan mukanya, malu.
"I...iya Mas... beberapa kali di video", sahutnya terus terang sambil tetap menundukkan muka. Aku tersenyum lega, ternyata ia masih real virgin, belum pernah ada cowok yang menyentuhnya selain aku. Waah... betapa beruntungnya aku.

Setan-setan burik di belakangku bersorak girang menambah gairahku. "Dik Dina sayang, kamu nggak kecewa khan karena Mas benar-benar sangat menginginkan keperawananmu sayang?" tanyaku cuek. Ia mengangkat wajahnya sambil tersenyum manis.
"Dina serahkan apa yang bisa Dina persembahkan buat Mas Ari, Dina ikhlas, lakukanlah Mas kalau Mas benar-benar menginginkannya", sahutnya lirih. "Horeee... asyiik Ar... sikat sekarang, wes ewes ewes sampai bablas", teriak setan-setan burik di belakangku. Jemari tangan kananku yang masih berada di selangkangannya mulai bergerak menekan ke gundukan bukit kemaluannya yang masih perawan itu lalu kuusap-usap ke atas dan ke bawah dengan gemas. Dina memekik kecil dan mengeluh lirih, kedua pelupuk matanya dipejamkan rapat-rapat, sementara mulutnya yang mungil meringis lucu, wajahnya yang manis nampak sedikit berkeringat. Kuraih kepalanya dalam pelukanku dengan tangan kiri dan kubisikkan kata-kata mesra di telinganya. Kucium rambutnya yang harum.
"Ooohmm... mm... masss", bisiknya lirih.
"Enaak sayang kuusap-usap begini", tanyaku bernafsu.
"hh... iiyyaa mass", bisiknya polos. Astaga dia sudah nafsu nih pikirku dalam hati. Jemariku yang nakal kini bukan cuma mengusap tapi mulai meremas bukit kemaluannya dengan sangat gemas.
"Aakkhh... sakit Mas aawww..." Dina memekik kecil dan tubuhnya terutama pinggulnya menggelinjang keras. Kedua pahanya yang tadi menjepit pergelangan tangan kananku direnggangkan. Kuangkat wajah dan dagu Dina ke arahku, matanya masih terpejam rapat, namun mulutnya sedikit terbuka sehingga giginya yang putih kentara jelas. Aku merengkuh tubuhnya agar lebih merapat ke badanku lalu kembali kukecup dan kucumbu bibirnya dengan bernafsu. Tangan kirinya meraih pinggangku dan memegangi kemejaku kuat-kuat.

Puas mengusap-usap bukit kemaluannya, kini jemari tangan kananku bergerak merayap ke atas, mulai dari pangkal pahanya terus ke atas menelusuri pinggangnya yang kecil ramping tapi padat, sambil terus mengusap kurasakan ujung jemariku mulai berada di kaki pegunungan apelnya yang sebelah kiri. Dari balik baju kaosnya yang ketat aku dapat merasakan betapa padat gunung apelnya itu. Aku mengelus perlahan di situ lalu mulai mendaki perlahan, satu... dua... tiga.. jemari tanganku seketika meremas kuat buah dadanya yang seperti apel itu saking gemasnya. Empuk dan kenyal tapi terasa padat. Seketika itu pula Dina melepaskan bibirnya dari kuluman bibirku. Mulutnya memekik kesakitan, "aawww... Mas Ar sakitt... jangan keras-keras dong meremasnya", protes Dina sambil tetap tersenyum manis. Bibirnya tampak sangat basah sedikit berliur. Maklum waktu kucumbu tadi air liurku sengaja kubasahkan ke bibirnya. Habisnya nikmat sekali rasa bibirnya kalau basah. Kini secara bergantian jemari tanganku meremas kedua buah dadanya dengan lebih lembut. Dina menatapku dengan senyumnya yang mesra. Ia membiarkan tanganku menjamah dan meremas-remas kedua buah dadanya sampai puas. Hanya sesekali ia merintih dan mendesah lembut bila aku meremas susunya sedikit keras. Kami saling berpandangan mesra, kupandangi sepuasnya wajah manisnya, sampai akhirnya aku sudah tak kuat lagi menahan desakan batang penisku yang sudah tegang, aku takut alat vital kesayanganku itu bisa patah gara-gara salah posisi. "Auuggghh.." aku menjerit lumayan keras. Aku meloncat berdiri. Dina yang tadinya sedang menikmati remasanku pada buah dadanya jadi ikutan kaget.
"Eeehh... kenapa Mas?"
"Aahh anu sayang... punya Mas sakit nih", sahutku sambil buru-buru kubuka celana panjangku di hadapannya. Aku tak peduli, toh bagaimanapun dia pasti melihat juga nanti alat kelamin kesayanganku itu. Sruuut.... celana panjangku melungsur ke bawah, sementara Dina yang tak menyangka aku berbuat demikian hanya memandangku dengan terbelalak kaget. Cuek... daripada batang penisku kram nggak bisa bergerak mending kubuka saja sekalian CD-ku dan "Tooiiing", batang penisku yang sudah tegang itu langsung mencuat dan mengacung keluar mengangguk-anggukan kepalanya naik turun persis burung kutilang kalau sedang menari-nari. "aawww... Mas Ari jorok", Dina menjerit kecil sambil memalingkan mukanya ke samping. Jemari kedua tangannya di tutupkan ke mulut dan wajahnya. "He... he..." aku terkekeh geli batang meriamku sudah kelihatan tegang berat, urat-urat di permukaan batang penisku sampai menonjol keluar semua.
 

BERSAMBUNG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar