Sabtu, 01 September 2012

Kisah PRT 2 : Pemerkosaan Brutal

Sepulang dari Pak S, majikanku yang pertama, hampir enam bulan nganggur di desa. Lama-lama aku merasa tak betah. Selain karena dikejar-kejar untuk segera menikah aku juga tidak memiliki kesibukan selain membantu ortu di ladang atau masak. Rasanya tidak ada seorang pun pemuda desaku yang menarik hati. Kalau nikah dengan mereka, pasti masa depanku tak jauh beda dengan ibuku. Aku tidak berminat. “Aku harus lebih maju dari mereka!” tekadku.

Maka aku segera cari lowongan kerja di koran. Namun dengan ijazahku yang hanya SLTP lowongan yang sesuai hanya prt (pembantu rumah tangga). Setelah pamit dan berbekal tekad menggebu akupun menuju ke alamat salah satu pemasang iklan yang tinggalnya di kota terdekat dengan desaku. Rumah itu besar. Kupijit bel di gerbang dan keluarlah wanita 40 tahunan. Yang membuatku agak terkejut, ternyata ia berwajah seperti bintang film india yang sering kulihat di teve. Ada tanda titik di dahinya.

“Benar di sini cari PRT, bu?” tanyaku.
“Benar, dik.”
“Saya mau melamar, bu,” sambungku. Ia mengamatiku sebentar.
“Mari masuk dulu, dik,” ajaknya.
“Namamu siapa? Kamu dari mana?” tanyanya. Akupun menjelaskan diriku apa adanya, kecuali tentu saja pengalamanku dua tahun menjadi prt Pak S.
“Baik, kamu saya terima, Nul. Dengan gaji 300 ribu sebulan, tapi kamu harus menjalani masa percobaan sebulan. Kalau tidak ada masalah akan saya pakai terus. Bagaimana?” katanya. Akupun langsung mengangguk, soalnya gaji 300 ribu buat seorang prt sangat tinggi menurutku. Dulu dengan pak S pun aku hanya digaji 200 ribu, tentu saja di luar “tips (baik berupa uang maupun barang)” yang kuterima karena pelayanan seksku.

Kamarku di bagian belakang. Setelah istirahat sejenak, akupun mulai membantu pekerjaan ibu tadi yang namanya ternyata Kumari, seorang keturunan India. Menurutnya ia tinggal di situ bersama suami dan 2 anak laki-lakinya yang buka toko konveksi. Seminggu bekerja di situ, aku mulai mengenal anggota keluarganya. Suami bu Kumari bernama pak Anand, dan dua anaknya laki-laki Vijay dan Kumar. Kalau melihat mereka sekilas aku jadi ingat artis Syahrukh Khan. Ganteng dengan tubuh tinggi tegap atletis dengan bulu-bulu di dadanya. Orang India memang terkenal cantik dan ganteng. Akupun semakin suka pada keluarga itu karena mereka ternyata ramah. Bahkan tak jarang aku diajaknya makan malam bersama semeja.

“Minumlah ini madu India, supaya kamu gak gampang cape,” ajak bu Kumari pada suatu acara makan malam bersama sambil memberiku segelas minuman berwarna kuning emas. Aku ragu-ragu menerimanya. Sementara anggota keluarga lain sudah mengambil segelas masing-masing.

“Ini memang minuman simpanan kami, Nul. Tidak boleh terlalu sering diminum, malah tidak baik. Dua minggu sekali cukuplah soalnya pengaruhnya luar biasa… ha… ha… ha….!” Sahut pak Anand disambut tawa Vijay dan Kumar.

“Kamu akan rasakan khasiatnya nanti malam, Nul,” sambung Vijay tanpa kuketahui maksudnya. Lagi-lagi disambut tawa mereka sambil masing-masing mulai minum, kecuali bu Kumari. Akupun pelan-pelan mencicipnya. Ada rasa manis dan masamnya. Memang seperti madu, tapi setelah minum beberapa teguk aku juga merasakan badanku hangat malah agak panas. Semua menghabiskan minumannya, maka akupun juga berbuat demikian. Baru setelah itu kami makan malam.

“Tidurlah kalau kau cape, Nul,” perintah bu Kumari setelah kami selesai cuci piring jam 8 malam. Tidak biasanya aku tidur sepagi itu, tapi entah kenapa aku merasa mataku berat dan perutku panas. Aku masuk kamar dan rebahkan diri. Tapi rasa panas di perutku ternyata malah menjadi-jadi dan menjalar ke seluruh tubuhku. Aku tak tahan untuk tidak meremas payudaraku mengurangi rasa panas itu. Kemudian juga meremas-remas seluruh tubuh sampai seputar bawah pusar dan pahaku. Ingatanku segera melayang pada remasan-remasan pak S. Sudah cukup lama aku tak bersetubuh dengan laki-laki itu, apakah sekarang ini tubuhku sedang menuntut? Gawat, pikirku, kalau benar itu terjadi. Selama ini aku hanya melakukan hubungan seks aman dengan pak S. Belum pernah dengan pria lain. Belum habis pikiranku berkecamuk mendadak pintu kamarku terbuka dan masuklah pak Anand. Buru-buru aku menghentikan kegiatan tanganku.

“Kamu kelihatan sakit, Nul?” tanyanya sambil duduk di tepi ranjangku.
“Eng… eng… tidak, pak,” sahutku pelan. Tapi pak Anand segera tempelkan telapak tangan di dahiku.
“Benar, Nul, tubuhmu panas sekali. Kamu harus segera diobati. Cepat telungkup, biar kupijat sebentar untuk menurunkan panasmu. Jelek-jelek begini aku pintar mijat lo…” perintahnya. Dan, mungkin karena aku merasa perlakuannya seperti ortu pada anaknya maka aku menurut. Aku tengkurap dan sebentar kemudian kurasakan pantatku dinaikinya dan punggungku mulai dipijat-pijatnya. Tidak sebatas punggung, tapi tangannya juga ke arah pundak, leher, pinggang malah bergeser-geser ke kiri-kanan hingga kadang menyenggol sisi luar payudaraku. Aku diam saja, namun setelah aku merasa pantatku juga ditekan-tekan oleh pantatnya, mulailah aku tak tenang. Pengalaman seksku dengan pak S membuatku dapat merasakan manakala pria sedang naik nafsu syahwatnya. Demikian pula pak Anand saat itu. Pijatannya tambah berani. Dia mulai meremasi tetekku dan pantatnya menekanku keras-keras. Aku berontak namun tak berdaya.

“Pak! Jangan, pak!” seruku sambil berupaya menyingkirkan tubuhnya. Tapi mana mampu aku melawan tubuh besar kekar itu. Selain itu entah kenapa aku malah mulai ikut terangsang. Di antara perlakukan pak Anand sekilas-sekilas aku juga ingat perlakukan seks pak S padaku. Uugghh… aakk… aakkuuu… malah jadi terangsang. Aku tak berontak lagi ketika dasterku ditariknya ke atas hingga tinggal beha dan cdku. Aku ditelentangkannnya dengan posisi dia tetap mengangkangiku. Dibukanya t-shirt yang dipakainya juga piyama tidurnya. Dan… gila aku melihat tonjolan besar di balik cd nya dan sejurus kemudian nampaklah si tongkat penggadanya yang panjang besar sekitar 20 cm dengan diameter 4 cm! Behaku direnggutnya kasar demikian pula cdku. Tubuhku tak melakukan perlawanan apapun ketika ia menggumuliku habis-habisan. Dan… blesss langsung aku disodok dan digenjotnya. Aku ingat pengalamanku dengan pak S. Ingat bagaimana dia memerawaniku. Persis sama perlakuannya dengan pak Anand. Aku tak habis pikir sewaktu pahaku malah menjepit paha pak Anand dan… menyambut gejokannya dengan putaran pinggulku. Syahwatku ikut terbakar!

Entah berapa lama pak Anand terus menggenjotku keluar masuk naik turun sambil mulutnya mengenyut-ngenyut tetekku. Aku hanya bisa menggeleng-geleng kenikmatan dan kelojotan merasai badai hempasannya sampai aku tak tahan lagi untuk menahan orgasme. Aku merinding lalu…. Cruut… suuur… suuur… tubuhku berkejat-kejat menumpahkan mani. Pak Anand menggasakku lebih keras, tak peduli cairanku memperlicin jalannya. Mungkin hampir tak terasa karena besar dan panjangnya tetap mampu memenuhi liang V-ku. Sleebb slebb jlebb jleebb… bunyi tusukan-tusukannya. Mungkin sekitar 30 menit telah berlalu ketika aku orgasme yg kedua kali… seeerrr… seerr… serrrr.. klenyer.. kembali aku terkejat-kejat sampai belasan kali. Sejurus kemudian hentakan pak Anand sedemikian keras menekanku. Dalam-dalam gadanya dibenamkan di V-ku lalu pantatnya berkejut-kejut sampai belasan detik. Lalu diam terbenam. Dia ejakulasi. Nafas kami tersengal-sengal.

“Kamu hebat, Nul,” bisiknya sambil mencium bibirku, “Nanti lagi, ya,” katanya tak kumengerti. Ia bangkit, mengenakan pakaiannya lalu keluar membiarkanku telentang telanjang di ranjang. Belum habis capeku digenjot pak Anand, masuklah Vijay ke kamarku.

“Permainanmu hebat banget, Nul. Aku juga mau dong..” katanya sambil mulai melepasi pakaiannya sampai bugil. Aku segera menutup tubuhku dengan selimut, tapi tak berguna karena sesaat kemudian ia sudah menarik selimutku juga tubuhku ke pelukannya.
“Jangan, mas Vijay,” protesku tak berdaya.
“Tak apa, Nul. Papa bilang kamu sudah tak perawan lagi kan? He he he…”
“Jangan, mas…” tapi suaraku hilang ditelan bibirnya yang melumat ganas bibirku. Tangannya liar merayapiku sambil mendorongku kembali terjelepak di ranjang. Ciumannya menjalar menjulur dari bibir semakin turun. Ke tetekku, putingku, perut, pusar, pubis sampai akhirnya sampai di V-ku. Menelusup lincah memasuki gua garbaku. Mengobok-obok dalamnya. Aku kembali teringat permainan pak S. Namun yang ini lebih gila lagi. Syahwatku jadi menggelegak mengikuti irama lidah Vijay. Dia memutar tubuh sampai kami 69, mengangsurkan zakarnya ke mulutku. Gila! Lebih panjang dan besar dibanding bapaknya. Tanganku tak mampu menggenggamnya dan mulutku tak mampu menampung seluruhnya. Paling hanya separuh yang masuk. Maka perlombaan menjilat dan menghisap pun dimulai. Kami saling memuasi. Rasanya sampai berjam-jam waktu aku merasa harus menumpahkan maniku dan dijilatinya sampai tandas tuntas. Sementara milik Vijay masih tegar tegang meski licin oleh ludahku. Kemudian ia memutar tubuhnya lagi dan menusukkan pentungannya ke memekku yang sudah agak kering. Preett… “Iiih sakit, mas…,” desisku menggigit bibir dan memeluk punggungnya karena terasa batangnya masuk begitu dalam sampai aku kesakitan.

“Sabar, Nul. Sebentar lagi juga nikmat,” bisiknya. Kupeluk punggungnya erat-erat ketika tubuhku terangkat karena sodokannya. Shlleeeb shleeb shleeebbb… batang besar itu menumbukku bagaikan alu menumbuk lesung. Keluar masuk, naik turun, sampai cairan nikmatku mengalir lagi sehingga rasa sakit pun berkurang. Dan kenikmatanku bertambah manakala bulu dadanya menggesek-gesek putingku. Pahaku semakin menganga lebar. Mataku terpejam-pejam menikmati remasan dan belaian tangan kekarnya di sekujur tubuh.

“Akh… akhu mau keluar, Nul…” Lalu jreeet… jreet... jroot… jrot.. jrut… pantatnya menyentak-nyentak. Tubuhnya kaku menegang ketika spermanya menyemprot rahimku sampai basah kuyup. Semprotannya kuat sekali.
“Akk.. aku bisa hamil, mas,” desisku puas karena aku juga orgasme lagi.
“Jangan kuatir, Nul, kami punya obat pencegah hamil,” jawabnya sambil menggulirkan tubuhnya ke sisi. Dan… belum Vijay turun dari ranjang, si Kumar sudah ganti menaikiku. Tubuhnya sama atletis dengan Vijay. Tapi gayanya lebih liar. Begitu Vijay keluar kamar, akupun diangkatnya supaya menduduki batangnya lalu disuruh menungganginya kencang-kencang. Tangannya ikut memegangi pinggangku dan melontarkanku naik turun. Zakarnya juga menyodok ke atas setiap pantatku turun. Gila! Tubuhku seperti mainan. Tangannya berpindah ke tetekku dan meremasinya sampai aku mendesis-desis, antara sakit dan nikmat. Hancur rasanya memekku digempur bapak dan dua anaknya yang batangnya berukuran luar biasa. Dan… aku kembali orgasme justru saat tubuhku dilontar ke atas, sehingga punggungku agak meliuk ke bawah merasakan tersalurnya syahwatku untuk kesekian kali.

“Sudah, mas, cukup…” pintaku karena kelelahan. Namun Kumar tak menggubris.
“Aku belum cukup, Nul. Kau harus bisa mengeluarkan spermaku baru aku puas…” Dan lemparannya masih terus berlangsung hingga setengah jam lagi. Sampai akhirnya dia berhenti lalu tangannya menekan pinggangku lekat-lekat ke zakarnya, kemudian terasa pantatnya melonjak-lonjak menyemburkan cairan hangat. Lagi-lagi rahimku disemprot sperma hasil ejakulasi. Tak terasa sperma bapak dan dua anaknya memenuhi lubang memekku.

Pintu kamarku terbuka dan masuklah pak Anand dan Vijay sambil membawa segelas minuman. Keduanya telanjang. “Minumlah ini, Nul, biar kamu nggak hamil,” pak Anand menyerahkan gelasnya padaku. Akupun meminumnya tanpa pikir panjang, karena aku benar-benar takut hamil dan haus sekali setelah melayani tiga majikan ini berjam-jam. Rasanya seperti minuman kuning yang tadi kuminum. Badanku jadi hangat lagi dan… gairahku bangkit lagi. Aku jadi sadar pasti minuman ini dibubuhi obat perangsang. Tapi kesadaranku segera hilang ketika merasa tubuhku ditunggingkan oleh Vijay. Kemudian….

Ya, malam itu secara brutal ketiga orang itu mengerjaiku semalam suntuk tanpa istirahat sejenakpun. Mereka bergantian menyemprotkan sperma di rahimku, di perut, wajah, mulut sampai telinga dan rambutku juga. Aku mandi sperma. Dan entah berapa kali akupun mengalami orgasme yang selalu mereka telan bergantian. Tak jarang ketiga lubangku mereka masuki bersama-sama. Lubang mulut, memek dan anusku. Tubuhku jadi ajang pesta mereka hampir 10 jam lamanya, toh selama itu aku tak merasa capai. Mungkin gara-gara minuman berkhasiat itu?

Pagi hari bu Kumari datang dan menyeka tubuhku yang lemas lunglai tak mampu bangun.
“Maaf, Nul. Aku sudah tak mampu melayani suamiku yang ********* sehingga aku mencari orang pengganti,” ceritanya. Mataku masih terkantuk-kantuk karena pengaruh obat perangsang. “Moga-moga kamu betah disini, dan kami akan bayar berapapun yang kamu minta…” lanjutnya.
“Aa… apa sudah pernah ada pembantu yang dibeginikan, bu?” tanyaku lirih.
“Sudah, Nul. Tapi kebanyakan hanya bertahan dua hari… lalu minta pulang. Aku harap kamu kuat, YNul. Aku akan sediakan obat-obatan untukmu… Ini minumlah obat untuk menguatkan dan membersihkan rahimmu,” dia mengangsurkan sebotol obat yang namanya tak kumengerti karena berbahasa asing. “Hari ini kamu boleh istirahat seharian,” lalu dia keluar kamar.

Aku pun tertidur lelap. Baru siang hari bangun untuk mandi dan makan. Bu Kumari melayaniku seperti anaknya sendiri. Kami tak banyak berbicara. Selesai makan aku kembali ke kamar. Membersihkan ranjang, mengganti sepreinya yang penuh bercak sperma dan mani. Lalu aku tidur lagi. Sampai jam makan malam tiba dan aku diundang untuk makan bersama lagi, dan minum cairan kuning emas itu lagi. Dan…
“Nul, kamu sudah kuat untuk melayani kami lagi nanti malam kan?” Tanya pak Anand sambil senyum kepadaku. Aku bingung dan memilih diam.
“Kamu jangan kuatir hamil, Nul. Obat kami sangat mujarab,” lanjut Vijay.
“Pokoknya selama di sini, kita mencari kenikmatan bersama Nul,” sambung Kumar sambil menyeringai nakal.

Jadilah, akhirnya hampir setiap malam sampai pagi aku melayani ketiga ayah beranak yang gila seks itu. Untung staminaku, dibantu obat-obatan pemberian bu Kumari, cukup kuat untuk menanggung kenikmatan demi kenikmatan itu. Hingga dua bulan lamanya aku “dikontrak” mereka, sampai akhirnya mereka mulai bosan dan ingin mencari wanita lain. Aku diberi banyak uang ketika meninggalkan rumah mereka.

Keluar dari keluarga India itu aku tidak pulang. Malu rasanya kalau baru dua bulan kerja lalu pulang. Dengan uang pemberian mereka yang cukup banyak aku indekost di suatu kampung yang biayanya hanya 50 ribu sebulan. Aku berpikir dalam sebulan pasti sudah mendapat tempat kerja baru. Sisa uang kutabung dan sebagian kukirim ke desa.

Tempat kostku ada 10 kamar berhadap-hadapan, dihuni 6 pria dan 4 wanita yang sudah kerja semua. Kalau siang suasana kost sepi karena hanya aku yang tinggal sendirian. Menjelang malam suasana berubah ramai karena mereka sudah pulang. Pergaulan di situ lama-lama kurasakan akrab sekali, bahkan agak keterlaluan. Bagaimana tidak keterlaluan kalau seorang pria hanya dengan berbalut handuk memasuki kamar wanita dan ngobrol sembari menunggu giliran kamar mandi.

Si wanita yang hanya berdaster pun cuek saja tempat tidurnya diduduki si pria. Malah kadang mereka duduk berjajar sambil senggol-senggolan. Tangan si pria dengan bebas meremas tetek si wanita, sebaliknya si wanita dengan tenang mereMas barang si pria di balik handuknya sampai meringis. Akhirnya mereka jadi saling pagut berpelukan bergulingan. Ya, bebas sekali pergaulan di situ. Kalau mau lebih tahu, malam hari ada juga pria yang terlihat mengendap-endap memasuki salah satu kamar wanita, dan tidak keluar lagi sampai pagi hari. Kita tentu tahu apa yang terjadi di kamar itu.

Seminggu tinggal di kost itu aku berusaha cuek terhadap perilaku mereka dan tidak ikut-ikutan. Namun aku tetap ngobrol ramah dengan mereka.

“Malam minggu besok kita mau pesta, Nul!” ujar Sari memberitahu.
“Pesta apa?” tanyaku.
“Pokoknya asyik. Kita bikin acara dan tidak akan tidur semalam suntuk. Biasanya kami adakan ini dua bulan sekali tanggal muda. Maklum, setelah kerja dua bulan kan cape. Kita perlu refreshing. Kamu ikut aja ya, Nul,”
“Ee..ee. gimana ya. Apa aku tidak mengganggu?”
“Justru acara ini untuk menyambutmu sebagai penghuni baru, Nul. Kamu harus ikut menikmati,” sambung Sari.

Dan jadilah esok harinya, ketika pulang kerja lebih awal karena hari Sabtu, kulihat masing-masing wanitanya membawa belanjaan cukup banyak. Sedangkan para prianya membawa beberapa botol dalam kardus. Jam 5 sore semua penghuni sudah pulang. Pintu gerbang kost ditutup dan dikunci. Jam 6 petang semua sudah selesai mandi dan ganti pakaian lalu kami menuju ke kamar Mas Jono yang paling besar. Seluruh makanan dan minuman digelar di lantai dan kami duduk berkeliling di tikar.

“Mari kita mulai acara untuk menyambut Inul di tengah kita. Silahkan makan dan minum sepuasnya sambil nonton film kesukaan kita.”
Lalu berbareng kami mulai mengambil makanan yang tersedia di situ. Ada nasi goreng, bakmi, gorengan dll. Minumannya ada coca cola, fanta bahkan bir. Dan Mas Jono menyetel vcdnya. Film porno pasti! Ya, sambil makan minum dan cekikin kami melihat adegan film.
“Lihat tuh, ceweknya dikerjain sambil nungging!” celetuk Bonar.
“Kayak Sari deh. Hobi!” timpal Dodi.
“Ala, bilang aja kamu suka kan, Dod?” tanggap Sari,
“Sayang punyamu nggak segede yang difilm itu!” disambut gelak tawa semua. Aku mesem aja.
“Ayo diminum, Nul,” Mas Jono memberiku segelas coca cola. Kuterima sambil berterima kasih.
“Mau coba bir?” tanyanya lagi. Aku menggeleng menolak.
“Gak apa-apa, Nul, coba aja,” ajak Tini sambil menagmbilkanku separuh gelas dan menyodorkan kepadaku. “Rasanya enak kok, badan jadi hangat.”

Sambil makan minum tak terasa aku ikut menenggak bir itu meski cuma setengah gelas. Kepalaku terasa panas, apalagi sambil menonton film porno itu aku jadi ingat pengalaman seksku dengan keluarga India itu.

Di layar kaca terlihat seorang cewek dikerjai 3 orang sekaligus. Aku membayangkan diriku sedang melayani pak Anand dan kedua putranya. Ugh. tak terasa syahwatku jadi naik. Apalagi setelah acara makan selesai dan peralatannya dipinggirkan sehingga tengah ruang jadi luas. Ruang pun diredupkan lampunya. Kulihat Sari, Tini dan Menuk sudah mojok dengan masing-masing pasangannya. Tinggal aku sendirian disertai Mas Jono, Joni dan Didin.

Entah kapan bergeraknya, tahu-tahu Mas Jono sudah memelukku dari belakang.
“Nul, aku ingin menciummu,” desisnya di belakang telingaku membuatku merinding.
Tak sempat menolak lagi karena tubuhku jadi lemah. Syahwatku terangsang berat.

Tak menunggu lama tubuhku sudah dibaringkan di atas karpet, ditindihnya. Aku semakin tak berdaya ketika dua pasang tangan Mas Joni dan Didin melucutiku. Sebentar saja aku sudah mengalami seperti fim porno tadi. Ketiga lubangku dimasuki. Untung aku sudah pengalaman dengan keluarga pak Anand sehingga hal semacam ini tidak mengejutkanku lagi. Malah mereka terheran-heran aku mampu mengimbangi permainannya.

Malam minggu itu kami terus bersetubuh berganti-ganti antara 4 cewek dan 6 cowok. Aku yang “barang” baru di tempat itu agaknya yang paling laris digilir. Entah setiap cowok sudah berapa kali menyemprotkan spermanya ke liang nikmatku atau mulutku. Mereka senang karena ternyata aku sangat berpengalaman dalam menelan, menggoyang dan mengocok penis mereka. Mereka seolah tak percaya bagaimana mungkin gadis desa lugu macam aku begitu piawai mengolah syahwat dan menjadi saluran pemuas nafsu.

Perzinahan kami terus berlangsung hingga minggu sore jam 5, berarti kegiatan seks kami berlangsung sekitar 20 jam nonstop. Gila kan!? Ini benar-benar pesta seks hebat yang pernah kualami. Ketika di keluarga pak Anand pun aku paling lama hanya digilir 7-8 jam. Vaginaku sampai ngilu-ngilu, karena hampir tak pernah lepas disumpal zakar ke-6 cowok itu. Ke-3 cewek lain kulihat tak jauh beda denganku, semuanya leMas tergoler telanjang dengan kaki ngangkang. Cairan sperma dan mani melumuri kepala hingga kaki kami. Mungkinkah mereka jadi lebih bersemangat karena kehadiranku? Sehingga tanpa obat perangsang pun kami tetap memiliki nafsu yang bergelora.

Setelah peristiwa itu, setiap malam kamarku pasti diketuk salah seorang cowok penghuni untuk minta jatah menikmati tubuhku. Aku tak kuasa menolak karena agaknya akupun butuh penyaluran libido. Pengalaman dengan pak S dan keluarga Anand telah membangkitkan nafsu hewaniku yang menuntut pemuasan terus menerus setiap hari. Sehari lubang memekku tak dimasuki penis aku bakal belingsatan semalaman.

Namun niatku cari kerja tak padam hingga suatu hari aku ditawari kerja untuk, lagi-lagi, jadi prt di sebuah rumah besar. Dengan berat hati aku pamit kepada teman-teman kostku dengan janji sekali waktu akan datang ke situ. Bayangkan, seorang prt seperti aku berteman dengan para pegawai berdasi macam mereka. Hanya karena sama-sama membutuhan seks kami jadi berteman!

Rumah besar milik majikanku ternyata memiliki 20 kamar untuk kost-kostan cowok. Tugasku membersihkan rumah dan kamar-kamar kost. Sedang untuk tugas mencuci dan menyetrika sudah ada sendiri tapi dia kalau sore hari pulang karena rumahnya tak jauh. Aku juga kadang diberi uang oleh anak-anak kost untuk memasak makan siang atau malam buat mereka. Biasanya sekitar 5 anak patungan uang belanja, biasanya sisa uang belanja diberikan padaku. Lumayan untuk menambah gajiku yang hanya 200 ribu sebulan.

Pagi hari setelah sebagian besar kuliah atau kerja aku membersihkan kamar-kamar mereka. Selama membersihkan sering aku melihat betapa berantakannya kamar cowok. Bungkus makanan atau abu rokok bertebaran di lantai, pakaian bahkan CD juga dilempar begitu saja. Yang membuatku terbelalak suatu hari aku melihat majalah-majalah porno tersebar di lantai kamar. Disampingnya ada kondom bekas pakai yang masih berisi sperma! Gila benar tuh anak, masak onani aja pakai kondom. Giliranku membersihkan harus rapat-rapat menyembunyikan benda-benda antik itu. Jangan sampai ketahuan yang punya kost.

“Nul, kamu tahu majalah yang di bawah ranjangku?” tanya Bimo suatu sore sepulang kerja dari kamarnya.
“Aa. ada, saya taruh di atas lemari, mas,” jawabku sambil nunduk di pintu kamarnya karena ingat majalah yang dimaksud adalah majalah porno.
“Kamu tentu ikut lihat ya, Nul?” bisiknya lanjut.
“Ng.. ng.. cuma sebentar kok mas, abis saya kira majalah apa gitu.”
“Sini, Nul,” tangannya menarik tanganku lalu menutup pintu kamar.
“Ada apa, mas?” tanyaku bingung. Tapi mendadak ia sudah memeluk dan mencium bibirku dengan ganas. Tubuhku langsung ditelentangkan ke ranjangnya dan ditelungkupinya. Aku jadi gelagapan karena tak siap. Kudorong dadanya.
“Ja. jangan, mas!” teriakku. Tapi himpitannnya tambah kuat.
“Aku mau main sama kamu seperti majalah itu, Nul. Berapapun aku bayar!” katanya memaksaku sambil meremas-reMas tetekku dan berusaha membuka kancing bajuku.
“Aak.. aaku. jangan, mas. nggak mau.” protesku lagi sambil terus memberontak.
“Alaaa. gak usah nolak Nul, aku tahu kamu udah nggak perawan kan? Kamu suka main seks rame-rame waktu di kostnya si Jono kan?”

Deg, ternyata dia kenal Mas Jono dan Mas Jono ternyata sudah cerita kegiatan seks kami yang semestinya rahasia itu. Sial benar dia. Aku terhenyak dan perlawananku jadi kendor dan Bimo dengan leluasa memreteli pakaianku higga bugil gil! Sejurus kemudian memekku sudah dipompanya dengan gembira. Zakarnya yang lumayan besar keluar masuk dengan leluasa karena milikku pun sudah agak longgar akibat seringnya kupakai mengejar nikmat.

Aku tak melawan lagi, toh rahasiaku sudah diketahui. Dan, terus terang, sudah beberapa lama ini aku butuh seks! Hampir setengah jam Bimo menggenjotku sampai akhirnya tubuhnya terkejang-kejang dan terasa spermanya nyemprot masuk ke rahimku. Untuk pencegahan kehamilan selama ini aku memang sudah rutin minum pil kb sesuai anjuran teman kostku dulu. Kubiarkan tubuh Bimo menggelepar di atasku.

“Sudah, mas?” bisikku dengan nafas agak tersengal-sengal telentang.
“Heeh. tapi nanti malam lagi ya, Nul? Kutunggu kamu jam 11 malam,” pintanya sambil mencabut penisnya yang telah mengkerut.
“Ini buat kamu,” ia menggenggamkan 50 ribuan ke tanganku. Kubiarkan tangannya meremasi susuku. Setelah ia berhenti, aku bangkit dan mengenakan pakaian. Bimo membuka pintu sedikit lalu kepalanya tengok kanan-kiri. Setelah dirasa aman ia menyuruhku cepat-cepat keluar kamarnya.

Setelah mandi aku kembali bekerja seperti biasa sampai sekitar jam 9 malam seusai mencuci bekas makan anak-anak kost. Kumasuki kamarku sambil menimbang-nimbang apakah nanti malam aku akan masuk ke kamar Bimo atau tidak. Terasa memekku berdenyut kalau ingat aku tadi belum sempat orgasme. “Apakah aku akan memuaskan syahwatku atau tidak?” pikirku sampai ketiduran di dipanku yang berkasur busa.

Entah berapa lama aku ketiduran, tiba-tiba terasa tubuhku ditindih seseorang. Lampu kamarku dimatikan sehingga aku tak bisa melihat siapa yang sedang berusaha memperkosaku. Dasterku sudah tersingkap ke atas dan tangannya sekarang tengah menggerayangi memekku dan melepas cd-ku.
“Ufh, jangan mas!” tolakku sambil meronta-ronta.
Sialnya pada saat bersamaan aku juga merasakan kenikmatan ketika memekku diremas.
“Diam, Nul. Aku Bimo,” bisiknya.

Akupun diam setelah tahu dan membiarkan ia mulai mengelupas seluruh penutup tubuhku. Dia sendiri ternyata sudah bugil lebih dulu dan sebentar saja zakarnya sudah amblas ke memekku. Aku pun melayaninya dengan senang. Anehnya tak sampai 15 menit ia sudah mengejang dan spermanya keluar. Langsung mencabut penisnya dan buru-buru keluar kamarku. Namun tak lama masuk kamar lagi dan seolah mendapat tenaga baru ia kembali memompaku dengan semangat.

Berat badannya juga agak lebih berat dari Bimo tadi. Tapi aku kembali terlena dan melayaniya dengan goyangku yang lebih hot. Namun lagi-lagi tak sampai 15 menit Bino sudah keluar sperma lagi. Tanpa bicara ia langsung menggelosor turun lalu keluar kamar. Tak sampai dua menit masuk kamarku lagi lalu Bimo dengan tenaga baru memasuki dan menunggangiku lagi.

“Kamu siapa?” aku mulai curiga.
“Stt. diam, aku Bimo,” bisiknya dengan suara beda dari yang tadi.

Kecurigaanku makin besar namun aku tak berdaya karena tindihan dan genjotannya sedang menggempurku. Kusimpan kecurigaanku sampai ia melenguh dan terkejang-kejang lagi. Lalu, ketika ia keluar kamar, segera kuikuti dan ketik pintu kamar terbuka, kagetlah aku karena di depan kamarku sudah berkumpul seluruh penghuni kost dengan tubuh telanjang!

Rupanya mereka menyamar sebagai Bimo dan secara bergantian memasuki kamarku untuk menikmati tubuhku! Gila! Aku hendak berteriak, namun tangan salah seorang telah membekap mulutku. Yang lain mendorong pintu hingga mereka semua sekarang masuk ke kamarku. Sementara yang membekapku terus mendorongku sampai ke dipan dan kembali menaiki dan memompaku. Tak berdaya akhirnya aku harus melayani ke-20 orang cowok itu. Kuakui selama itupun aku sempat orgasme sampai berkali-kali.

“Maafkan aku, Nul, mereka ternyata tahu apa yang kita perbuat tadi,” kata Bimo sewaktu mendapat gilirannya.
“Dan mereka minta jatahnya daripada melaporkan perbuatan kita ke polisi.”
Mendengar kata ‘polisi’ aku semakin takut dan pilih diam menikmati pemerkosaan rame-rame itu. Memek dan mulutku sampai seperti mati rasa setelah masing-masing memperoleh gilirannya yang ke-2 atau ke-3. Berliter-liter sperma memasuki memek dan mulutku serta memandikan tubuhku yang sudah leMas loyo lunglai. Bayangkan kalau setiap cowok sampai 3 kali saja menyetubuhiku dan masing-masing 15 menit, berarti aku telah digarap mereka selama 20 orang x 3 x 15 menit = 900 menit alias 15 jam tanpa henti! Sewaktu di kost dulu aku melayani 6 cowok dibantu 3 cewek lain, tapi sekarang aku sendirian diperkosa rame-rame oleh 20 cowok. Edan tenan!

“Sudah, mas. Kasihani saya, mas. bisa mati kalau saya nggak istirahat dulu,” kataku lemah kepada yang terakhir menyebadaniku. Rupanya mereka pun kasihan dan membantuku membersihkan diri. Mas Bimo menggendongku ke kamar mandi dan memandikan serta menyabuniku dengan prihatin.

“Maafkan aku ya, Nul..” desisnya di telingaku sambil menyabuni punggung. Aku diam saja. Kami duduk di atas kloset tertutup. Ia di belakangku juga telanjang. Disabuninya dadaku, perut lalu diremasinya tetekku lagi seolah tak ada puasnya menikmati tubuhku. Dengan tubuh lemah kurasakan tubuhku diangkat lalu didudukkan lagi dengan zakarnya sudah menancap dalam di memekku. Yah, Bimo memanfaatkan saat menyabuniku itu untuk melepas syahwatnya lagi. Cowok seusia 25-an memang bisa berkali-kali ejakulasi. Sialnya (atau malah untungnya?) aku yang harus menerima hasratnya itu.

Siang itu aku dibiarkan istirahat total oleh anak-anak kost, tetapi malam harinya lagi-lagi perkosaan rame-rame mereka lakukan. Beruntung mereka tidak menikmati tubuhku secara gratisan. Mereka membayarku, ada yang 20 ribu ada juga yang 50 ribu semalam. Karena itulah sampai saat ini aku tetap betah bekerja di kost itu meski gajiku kecil tapi “sabetan”ku besar. Dan yang penting nafsu seksku yang sekarang selalu meledak-ledak dan menuntut pemuasan setiap saat bisa terpenuhi. Penghasilanku pun besar.

Bayangkan kalau paling sedikit 5 anak kost menggilirku setiap hari (entah pagi, siang atau malam hari) dan memberiku 30 ribu rupiah, hitung saja penghasilanku sebulan. Mereka pun maklum kalau aku jadi kurang memperhatikan kebersihan kamar mereka karena sekarang aku lebih sering telentang ngangkang di kamarku sendiri atau di kamar mereka. Demi kesehatan, aku tak lupa sebulan sekali memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan dan kelamin. Hubungan seks sudah jadi kebutuhan dan makananku sehari-hari. Siapa yang membuatku jadi begini? Salah siapa? Dosa siapa? Diriku? Atau semua orang yang telah memperkosaku?!

Sampai di sini trilogi kisah pemerkosaan atas diriku. Aku semakin bingung karena yang semula kuanggap pemerkosaan atas diriku sekarang sudah berganti jadi kebutuhan dan kenikmatan. Tapi apakah ini namanya masih "pemerkosaan" kalau aku sendiri juga menikmatinya?


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar