Sabtu, 01 September 2012

Ini Juga Kisahku

Walaupun masih kelas 2 SMP, tapi bentuk tubuhku sudah seperti postur tubuh gadis umur 17/18 tahun. Walaupun belum besar dan kencang seperti sekarang, tapi payudaraku sudah tumbuh melebihi anak perempuan seusiaku. Bahkan tak jarang, teman-teman lelakiku berusaha untuk meremas atau paling tidak berusaha untuk memegang payudaraku ini. Ini tak lepas dari partisipasi ibuku dalam membentuk aku. Ibu selalu mengajarkan aku untuk menjaga badan. Ibuku saja, pada saat itu, badannya masih kayak orang belum kimpoi. Buah dadanya besar dan kencang, pantatnya bulat dan montok, tapi pinggangnya langsing. Dan ibu selalu mengajakku ketika ia sedang dandan, dan akupun mulai belajar berdandan dan merapihkan diri. Ibu juga mengajari aku cara merapihkan bulu-bulu yang ada di sekitar kemaluanku. Ibu tidak malu untuk memperlihatkan kemaluannya sendiri, dalam rangka memberikan pelajaran untukku.

Terkadang, ketika sedang jalan atau belanja ke pasar, ibu sering di goda oleh laki-laki. Tapi ibu selalu senyum dan bilang begini; “Lihat Mi,… semua laki-laki pada ngeliatin ibu. Mereka cuma bisa lihat, tapi gak bisa nyentuh… kasihan ya…?!” Tapi memang, ibuku yang cantik dan sexy ini selalu menjadi pusat perhatian. Dan ibu pun seolah selalu ingin memamerkan keindahan tubuhnya. Ibu nggak pernah malu untuk berpakaian, mulai dari celana jeans ketat, rok mini (yang pendek banget), sampai baju-baju yang agak terbuka. Kalau di rumah,… jangan ditanya…. Dia selalu memakai celana pendeknya yang super pendek dan ketat. Bahkan, kalau di rumah nggak ada orang, dia pasti telanjang bulat (hihihi… nggak ibu, nggak anak…. Sama aja!).
Pernah ada satu kejadian. Waktu itu, aku dan ibu sedang jalan-jalan ke Aldiron di Blok M. Saat itu, kami sedang makan di sebuah rumah makan. Aku sedang duduk-duduk sambil menunggu pesanan, dan ibu sedang ke kamar kecil. Tiba-tiba, ada seorang laki-laki yang mendatangi aku dan bertanya; “Dek, tadi itu ibu kamu ya?” tanya laki-laki itu. “Iya!” jawabku. Lalu ia bertanya lagi, “Bilang sama ibunya ya… tanyain, Om boleh kenalan nggak?”, lalu dia balik ke kursinya sendiri. Ketika ibu balik dari kamar kecil, aku menyampaikan pesan orang tadi. Lalu ibu melihat ke arahnya dan tersenyum. Singkat cerita, 1 jam kemudian kami sudah belanja-belanja bertiga; aku, ibu dan laki-laki tadi (namanya Om Rahmat). Sepulangnya dari Blok M, kami diajak mampir kerumahnya Om Rahmat. Kami disana dari jam 3 sore, sampai jam 9 malam. Aku disuguhin apa aja yang aku mau. Di situ cuma ada Om Rahmat saja, nggak ada siapa-siapa lagi. Aku cuma nonton video atau main nintendo (katanya punya anaknya Om Rahmat). Ibu dan Om Rahmat ngobrol-ngobrol di kamarnya Om Rahmat di atas, sementara aku di bawah, dan mereka nggak pernah keluar kamar.
Aku cuma ngeliat ibu turun 3 kali, katanya mau ke kamar mandi, dan ibu hanya memakai handuk saja. Aku sempet tanya, tapi kata ibu, dia dan Om Rahmat sedang olahraga senam di kamar atas. Pas pulang, kami dianterin sampai depan gang dekat rumah. Sebelum turun mobil, ibu sempat dicium sama Om Rahmat di bibirnya, laaammmaaa banget…!
Terus, tangannya Om Rahmat ngeremes-remes dadanya ibu, dan ibu merogohkan tangannya ke dalam celana pendeknya Om Rahmat, seperti sedang menggenggam sesuatu. Setelah selesai, kamipun turun mobil dan pulang. Pas lagi jalan mau kerumah, ibu ngomong begini; “Mia, nanti nggak usah bilang ke ayah, kita darimana. Nanti ayahmu jantungan… bilang aja kita kemaleman di jalan, soalnya kena macet!” Aku hanya menganggukkan kepala, mengiyakan perintah ibu. Dan kejadian itu nggak Cuma sekali-dua kali… tapi sering sekali, dan nggak cuma sama Om Rahmat, tapi juga sama beberapa pria yang aku lupa namanya.Tapi yang jelas, pada saat itu aku merasa bangga sekali punya ibu yang cantik, sexy, selalu jadi pusat perhatian dan baik sama orang (soalnya waktu itu, ibu bilang kalo’ ibu selalu bantuin dan ngajarin olahraga ke semua pria yang aku lihat… tanpa dibayar! Baik kan?) O iya… nama ibuku Mirna.

Suatu hari, ayah sedang tugas luar kota selama 2 minggu. Ketika berangkat ke bandara, ibu ikut mengantarkan ayah. Sepulangnya dari bandara, ibu diantarkan pulang oleh salah seorang teman kantor ayah. Namanya Om Doni. Dia sempat ngobrol sebentar sama ibu, terus dia langsung pulang. Setelah ganti baju, ibu bilang kalo’ Om Doni mengajak ibu nonton bioskop dan makan malam. Aku disuruh jaga rumah sendiri… karena memang, aku ini adalah anak tunggal. Ketika aku dan ibu baru selesai shalat magrib, Om Doni datang menjemput ibu. Setelah ganti baju dan sedikit berdandan, mereka pun berangkat. Mereka pulang sekitar jam 11 malam. Ibu bilang, Om Doni mau nginep dirumah, soalnya ibu takut tidur sendiri. Jadinya, nanti Om doni tidur dikamar Ibu. Karena besok harus masuk pagi, aku pamit tidur sama ibu (yang sedang melepas bra di kamarnya) dan Om Doni (yang lagi duduk dipinggiran tempat tidur, dan sedang melepas celana dalamnya).

Aku terbangun. Aku lihat jam… jam 2 pagi. Aku mendengar ada suara orang ngobrol dan tertawa dari arah kamar mandi. Suaranya sih suara ibu dan Om Doni. Untuk memastikan, aku bangun dan berjalan pelan-pelan ke kamarnya ibu. Kamarnya ibu berantakan banget! Di lantai, ada baju dan celana dalam ibu, juga baju dan celana dalam laki-laki (mungkin punya Om Doni). Tempat tidur berantakan, dan di seprei ada cairan putih yang banyak sekali. Setelah kusentuh, cairan itu ternyata lengket banget. Pada saat itu, aku penasaran… ini apa ya? Lalu aku balik ke kamarku dan pura-pura tidur. Di luar, aku mendengar ibu dan Om Doni balik ke kamar sambil tertawa tertahan. Setelah aku pastikan mereka sudah ada di dalam kamar, aku bangun lagi dan berjalan pelan-pelan ke kamarnya ibu. Rupanya, pintunya nggak dikunci. Aku buka pelan-pelan dan aku mengintip ke dalam.

Didalam kamar, aku melihat seprei yang tadi sudah berada di lantai. Aku mendengarkan pembicaraan mereka;
“Makanya… kalo’ aku bilang keluarin di dalem… keluarin aja!” kata ibu.
“Aku nggak enak sama kamu…” sahut Om Doni, “ kalo’ jadi,… gimana?”
“Kan aku sudah bilang… aku selalu minum pil! Kamunya aja…. Dan kalaupun toh jadi, berarti Mia punya adik dan kita punya anak… iya kan? Pusing-pusing amat. Pokoknya, manfaatin memekku sebaik-baiknya… mumpung masih punya kamu. Nanti kalau suatu saat di pake orang, kamu nyesel lho!”
“Ya sudah… nanti babak ke 2, aku buangnya di dalem! Setuju?”
“OK!” kata ibu.
Mereka ngobrol dengan suasana dan kondisi yang aneh sekali. Mereka berdua telanjang bulat, terus ibu duduk mengangkang diatas Om Doni yang tidur terlentang. Setelah itu, aku melihat ibu berputar dan membungkuk di bawah Om Doni sambil mengemut sesuatu yang panjang dan besar. Yang kalau di buku biologi, namanya penis. Ibu ngapain ya?
Karena pintu kamar ibu langsung menghadap tempat tidur dari samping, maka akupun dapat dengan jelas melihat semua kegiatan mereka. Setelah mami selesai mengemut, sekarang posisinya gantian, Om Doni menjilati selangkangannya ibu sambil meremas-remas dadanya. Posisinya ibu, dia terlentang, dan pahanya dibuka lebar-lebar. Terkadang, Om Doni menyelipkan jarinya ke arah selangkangan ibu. Tapi kalo’ aku lihat, ibu sepertinya keenakkan, walaupun terkadang ia menjerit kecil. Tapi desahannya membuat jantungku deg-degan. Setelah mendengar ibu teriak tertahan, aku melihat Om Doni memasukkan penisnya ke dalam vaginanya ibu.
Sambil berlutut, Om Doni bergerak maju mundur. Ibu dan Om Doni sama-sama mendesah keenakkan. Om Doni bergerak makin cepat, sementara tangannya memegangi lutut ibu… lalu Om Doni berhenti. Pelan-pelan, ia mengeluarkan penisnya lalu mengocoknya dengan tangan. Aku melihat ibu bergerak perlahan. Sambil mengelus vaginanya, ia bangun dan membuat gerakan menungging, membelakangi Om Doni. Setelah itu, Om Doni memasukkan lagi penisnya ke dalan vaginanya ibu. Pinggangnya ibu di pegang oleh Om Doni, lalu ia kembali membuat gerakan maju mundur, kadang cepat, kadang pelan. Aku juga melihat dadanya ibu bergoyang kencang sekali.
Sekitar 10 menit kemudian, Om Doni berhenti, lalu tiduran terlentang. Penisnya yang besar dan panjang itu, di pegang sama ibu… terus ia memasukkannya sendiri kedalam vaginanya. Ibu sekarang duduk berlutut diatas Om Doni. Sementara penisnya, menancap di vaginanya ibu. Aku melihat tangannya ibu diatas dada teman ayah itu. Aku berfikir, mungkin untuk menyangga badannya yang agak condong ke depan supaya tidak jatuh, karena pada saat yang bersamaan, ibu menggoyangkan pinggulnya maju-mundur, turun naik, dan kadang di putar-putar. Nggak lama setelah itu, ibu menjatuhkan dirinya di di dada Om Doni, lalu diam tak bergerak. Desahan dan erangan ibu semakin keras, ketika Om Doni meremas kedua belahan pantat ibu sambil menusuk-nusukkan penisnya terus menerus ke dalam vagina ibu. Penis Om Doni yang besar itu terlihat basah sekali, ketika ia bergerak makin cepat dan ibu berteriak tertahan. Di tengah desahan, erangan dan teriakan tertahannya, tiba-tiba aku mendengar ibu ngomong; “Aku dapet… aku dapet!!! Kamu hebat..!!” Pada saat itu, aku bingung mendengarnya, dapet? Dapet apaan? Gak lama kemudian, aku juga mendengar Om Doni ngomong; “Mir… aku mau keluar! Memekmu siap nerima ya…..”
Setelah itu, sambil masih berpelukan, ibu dan Om Doni berputar. Sekarang ibu dibawah. Aku melihat kedua kakinya dilingkarkan di pantat Om Doni, seakan-akan sedang sedang menekan dan menariknya, sementara tangannya dilingkarkan di leher Om Doni. Tak lama, aku mendengar Om Doni dan ibu berteriak pelan “Aacchhhh….!!!” Dengan nada puas. Setelah menekan-nekankan pantatnya 3 kali, Om Doni bangun dan mencabut penisnya. Lalu ia menggenggam dan mengocokkannya di depan mulut ibu yang membuka. Ada cairan putih yang keluar dari penis Om Doni. Ibu menelan cairan itu, lalu kembali menghisap-hisap penis Om Doni yang berlutut sambil mengangkang diatas mulutnya. Om Doni tersenyum puas, sambil melihat ibu yang bernafsu sekali menjilati penisnya, aku mendengarnya berkata; “Dasar kamu, udah nerima di dalem… masih aja pingin dapetin peju sisa…” Lalu mereka berdua tertawa.

Mereka sepertinya mau bangun. Aku langsung buru-buru ke kamar. Aku mendengar mereka berjalan ke kamar mandi. 5 menit kemudian, mereka balik ke kamar dan mengobrol. Karena kamar ibu bersebelahan dengan kamarku, otomatis aku mendengar obrolan mereka.




“Sumpah!!” kata ibu, “yang kedua tadi enak banget!”
“Iya… kayaknya, pejuku keluar banyak banget deh!” timpal Om Doni, “soalnya, yang kamu telen aja udah sisa!”
“Emang… banyak banget! Sampe netes dari memekku!”
“Iyalah…!!! Pejuku banyak… memekmu sempit… mana muat nampung?!”
“Itulah gunanya jaga badan…” kata ibu, “biar anak sudah SMP, badan harus tetap sexy, dada harus tetap kencang. Dan yang penting,… memek harus tetep sempit, supaya yang nyobain, nggak kecewa. Kayak perawan kan?”
“Itu yang aku suka… padahal sempit ya… kok kontolku bisa masuk semua?”
“Mirnaaa…..!” sahut ibu bangga, “padahal…. dari beberapa peler yang pernah masuk ke memekku, punyamu yang paling besar dan panjang lho! Punya suamiku aja kalah!! Ditambah,… pejumu gurih banget! Sampe ketagihan, aku!”

Sebenarnya, aku bingung mendengar pembicaraan mereka. Peju, kontol, peler, memek… itu apaan sih? Dan aku bertekad untuk menyakan itu semua ke ibu besok pagi! Tapi dibalik itu, aku senang punya ibu seperti itu. Tubuh dan semua anggotanya selalu digunakan untuk menyenangkan hati banyak orang. Akhirnya… akupun mengantuk. Tapi sebelum benar-benar tertidur, aku mendengar ibu berkata; “Babak ketiga mulai… teng!” Lalu Om Doni, “Kontolnya Doni melawan memek istri temannya!!”
Dan mereka berdua tertawa tertahan.


Itulah sekelumit kisah masa kecilku. Sudah terbayang kan? Kenapa setiap ML aku mengajak Fanny? Ya… supaya dia mendapatkan informasi yang benar tentang apa saja yang dilakukan oleh maminya ini. Karena, aku dulu mencari tahu sendiri tentang ini semua. Dan aku nggak malu buat bilang.. mmhh… bahwa keperawananku hilang pas aku kelas 3 SMP. Dan itu adalah perbuatan kakak sepupuku sendiri. Tapi itu adalah cerita tersendiri…
Makanya,… selain membantu Fanny mengerti tentang tubuhnya sendiri, aku juga mau bilang, bahwa ML didepan anak kecil, apalagi anak sendiri, sensasinya beda banget! Kalo’ nggak percaya, coba sendiri yaaa….!!


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar