Pertama
kali aku mengenal dirinya, aku kagum dengan budi pekerti dan kesopanan
bicaranya. Saat itu aku masih ingat, dia sudah duduk di bangku akhir SLTP dan
usianya menginjak 15 tahun, namanya Eva, ya... Eva, cantik sekali namanya secantik
orangnya. Waktu itu aku sudah bertunangan dengan kakak sepupunya yang sekarang
telah menjadi istri tercinnggaku dan dikaruniai seorang putra yang lucu.
Tiga tahun kemudian adik sepupu istriku Eva datang ke rumahku dan meminnggaku untuk membantu mencarikan PTS di konggaku. Aku dan istriku jadi repot dibuatnya karena harus mengantarkan dia untuk daftar, test dan cari kost. Selama membantu dia, aku mendapatkan pengalaman yang sangat menarik dan membuatku bertanya-tanya dalam hati. Selama aku membantunya mencarikan PTS di konggaku, dia sering mencuri pandang ke arahku dengan pandangan yang nakal, kemudian terseyum sambil memandang kejauhan. Hampir tanpa ekspresi, aku pun terdiam sampai dia berlalu. Aku terkejut bukan karena cara pandangannya kepadaku, tapi dia sendiri itu yang membuat jantungku berdenggak lebih cepat. Aku kemudian berandai-andai, kalau waktu berpihak kepadaku, kalau keberuntungan mendukung, kalau kesempatan mau sedikit saja berbaik hati. Mungkin juga aku yang terlalu berharap dibuatnya, sebenarnya batinku tidak setuju untuk menyebutnya begitu.
Sesungguhnya kita sering diganggu oleh ketidakpastian yang menghantui konggak pikiran, namun setelah kenyataan dihadapan manggaku, maka baru sadar. Aku nggakut tidak dapat mengendalikan diriku lagi. Pada suatu hari dia datang ke rumahku, karena ada hari libur besoknya, dia mau menginap di rumahku. Hatiku jadi gelisah, aku ingin melakukan sesuatu, mengalirkan magma yang meledak-ledak dalam diriku. Tapi batin dan nuraniku melarangnya, tidak sepantasnya itu terjadi padaku dan sepupuku.
Tiga tahun kemudian adik sepupu istriku Eva datang ke rumahku dan meminnggaku untuk membantu mencarikan PTS di konggaku. Aku dan istriku jadi repot dibuatnya karena harus mengantarkan dia untuk daftar, test dan cari kost. Selama membantu dia, aku mendapatkan pengalaman yang sangat menarik dan membuatku bertanya-tanya dalam hati. Selama aku membantunya mencarikan PTS di konggaku, dia sering mencuri pandang ke arahku dengan pandangan yang nakal, kemudian terseyum sambil memandang kejauhan. Hampir tanpa ekspresi, aku pun terdiam sampai dia berlalu. Aku terkejut bukan karena cara pandangannya kepadaku, tapi dia sendiri itu yang membuat jantungku berdenggak lebih cepat. Aku kemudian berandai-andai, kalau waktu berpihak kepadaku, kalau keberuntungan mendukung, kalau kesempatan mau sedikit saja berbaik hati. Mungkin juga aku yang terlalu berharap dibuatnya, sebenarnya batinku tidak setuju untuk menyebutnya begitu.
Sesungguhnya kita sering diganggu oleh ketidakpastian yang menghantui konggak pikiran, namun setelah kenyataan dihadapan manggaku, maka baru sadar. Aku nggakut tidak dapat mengendalikan diriku lagi. Pada suatu hari dia datang ke rumahku, karena ada hari libur besoknya, dia mau menginap di rumahku. Hatiku jadi gelisah, aku ingin melakukan sesuatu, mengalirkan magma yang meledak-ledak dalam diriku. Tapi batin dan nuraniku melarangnya, tidak sepantasnya itu terjadi padaku dan sepupuku.
"Kak,
tolong aku dong!" Pandangannya menusuk, menembus dadaku hingga jantungku,
serasa ingin meloncat.
"Jika
Kakak nggak keberatan, Eva minta diajarin naik motor bebek", matanya
mengerling ke arahku serasa terseyum manis.
Belum
pernah aku menerima tawaran seperti ini dari wanita. Kau telah menyentuh sisi
paling rawan dalam hatiku. Aku mengangguk sambil tetap mencengkram wajahnya
dengan tatapanku, sayang untuk dilepaskan. Wajahnya lembut, tenang dan dewasa,
kalau saja tubuhnya setinggi minimal 175 cm, pastilah sudah menjadi bintang
film sejak lama. Rambutnya sebahu, kulitnya kuning langsat, Pokoknya mantap!
"Kok
mau sama Kakak? Kenapa nggak sama pacarmu atau temanmu yang lain?"
tanyaku.
"Nggak
ah sama kakak aja, aku pilih kakak aja", katanya manja.
Aku mulai
menggodanya, "Milih Kakak?" Dia mengagguk lugu, tetapi semakin
mempesona.
"Kalau
begitu, jangan protes apa-apa, kamu Kakak terima menjadi murid, sederhana
bukan?" Kataku sok profesional.
"Kakak bakal nyesel kalau nolak permintaan kamu yang cantik, imut calon putri Indonesia ini." Kataku meledek.
"Kakak bakal nyesel kalau nolak permintaan kamu yang cantik, imut calon putri Indonesia ini." Kataku meledek.
Tawanya
meledak, matanya menyepit, bibirnya memerah, pipinya juga.
“Duhh...!
"Kapan Kak belajarnya?" tanya dia.
"Sekarang",
jawabku. Kemudian kami pamit kepada istriku, dan aku mengeluarkan motor bebek,
kuhidupkan mesinnya. Aku duduk di depan dan dia di belakangku, aku mencari daerah
yang sepi lalu lintasnya.
Setelah
sampai di daerah yang lalu lintasnya kurasa sepi, aku menghentikan dan turun
dari motor. Kemudian aku memberikan beberapa petunjuk yang diperlukan dan
mempersilakan dia untuk duduk di depan dan aku di belakangnya. Beberapa menit
kemudian motor mulai jalan pelan dan bergoyang-goyang hingga mau jatuh.
Terpaksa aku membantu memegang stang motor, aku tidak sempat memperhatikan
lekuk tubuhnya. Badannya sangat indah jauh lebih indah dari yang aku bayangkan.
Lehernya yang putih, pundaknya, buah dadanya... akh..!
Setelah aku membantu memegang stang, motor dapat berjalan dengan stabil, aku mulai dapat membagi konsentrasi. Aku merasakan kehangatan tangannya, telapak tanganku menumpuk pada telapak tangannya. Kuusap tangannya, dia nggak bereaksi, mungkin karena lagi konsentrasi dengan jalan. Kemudian aku merapatkan dudukku ke depan sehingga kemaluanku merapat pada punggung bagian bawah. Hidungku kudekatkan ke belakang telinganya, tercium bau wangi pada rambutnya. Aku mulai terangsang, kemaluanku mulai tegak di balik celana dalam yang kupakai.
Karena dia sudah mulai dapat menguasai motor, sementara aku masih dapat mengontrol diriku dengan baik, kutawarkan untuk latihan sendiri dan aku menunggu di warung saja. Tapi dia nggak mau, dia ingin aku tetap duduk di belakangnya. Aku jadi khawatir sendiri, kalau begini terus akan berbahaya, imanku kuat tapi barangku nggak mau diajak kompromi. Akhirnya timbul dalam pikiranku untuk sekedar berbuat iseng saja. Kemudian aku pura-pura menjelaskan soal lalu lintas, aku merapatkan badanku sampai kemaluanku menempel di bawah punggungnya. Eva pasti juga dapat merasakan kemaluanku yang tegak.
Setelah aku membantu memegang stang, motor dapat berjalan dengan stabil, aku mulai dapat membagi konsentrasi. Aku merasakan kehangatan tangannya, telapak tanganku menumpuk pada telapak tangannya. Kuusap tangannya, dia nggak bereaksi, mungkin karena lagi konsentrasi dengan jalan. Kemudian aku merapatkan dudukku ke depan sehingga kemaluanku merapat pada punggung bagian bawah. Hidungku kudekatkan ke belakang telinganya, tercium bau wangi pada rambutnya. Aku mulai terangsang, kemaluanku mulai tegak di balik celana dalam yang kupakai.
Karena dia sudah mulai dapat menguasai motor, sementara aku masih dapat mengontrol diriku dengan baik, kutawarkan untuk latihan sendiri dan aku menunggu di warung saja. Tapi dia nggak mau, dia ingin aku tetap duduk di belakangnya. Aku jadi khawatir sendiri, kalau begini terus akan berbahaya, imanku kuat tapi barangku nggak mau diajak kompromi. Akhirnya timbul dalam pikiranku untuk sekedar berbuat iseng saja. Kemudian aku pura-pura menjelaskan soal lalu lintas, aku merapatkan badanku sampai kemaluanku menempel di bawah punggungnya. Eva pasti juga dapat merasakan kemaluanku yang tegak.
Tapi dia
cuma diam saja, kubisikan di telinganya, "Eva, kamu cantik sekali!" kataku
dengan suara bergetar, tetapi dia tetap tidak bereaksi.
Kemudian
aku melenggakkan kedua tanganku di kedua pahanya. Rupanya dia tetap tidak
bereaksi, aku jadi semakin berani mengusap-usap pahanya yang terbuka, karena
dia memakai celana pendek.
"Akh...
Kakak nakal!" katanya manja, "Entar dimarahi Kak Lina lho, kalau
ketahuan!"
"Kalau Eva nggak cerita, ya... nggak ada yang tahu! Emang Eva mau cerita sama Kak Lina?" tanyaku.
"Ya... nggak sih", katanya.
"Kalau gitu kamu baik dech", kataku.
"Kalau Eva nggak cerita, ya... nggak ada yang tahu! Emang Eva mau cerita sama Kak Lina?" tanyaku.
"Ya... nggak sih", katanya.
"Kalau gitu kamu baik dech", kataku.
Karena
mendapat lampu hijau aku semakin berani, kukatakan bahwa payudaranya sangat
bagus bentuknya, lebih bagus dari punya kakaknya, Lina. Dia tampak senang.
"Kakak
ingin sekali menyentuhnya, boleh nggak?" kataku meluncur dengan begitu
saja.
"Akh... Kakak nakal", katanya manja.
"Akh... Kakak nakal", katanya manja.
Aku semakin
nekat saja, sebab dari jawabannya aku yakin dia nggak keberatan. Kemudian
tanganku pelan-pelan mulai menyentuhnya dan kemudian memegang penuh dengan
telapak tanganku. Wah, rasanya keras sekali, kucoba meremasnya dan dia sedikit
terkejut. Aku tidak dapat memegang lama-lama sebab harus membagi konsentrasi
dengan jalan. Yang jelas kemaluanku semakin berdenyut-denyut.
Aku tersennggak waktu dia mengerem motor dengan mendadak untuk menghindari lubang. Tubuhku menekan tubuhnya hingga membuat kesadaranku pulih, akhirnya aku memutuskan untuk mengajaknya pulang. Aku sempat melihat kekecewaan di matanya. Tapi mau bagaimana lagi itu jalan terbaik, agar aku tidak sampai terjebak pada posisi yang sulit nantinya.
Besok paginya, waktu aku mau berangkat bekerja, istriku memintaku untuk mengantarkan Eva dulu ke tempat kostnya. Tentu saja aku bersedia, malah jantungku menjadi berdebar-debar. Nggak lama kemudian Eva mendekati kami.
Aku tersennggak waktu dia mengerem motor dengan mendadak untuk menghindari lubang. Tubuhku menekan tubuhnya hingga membuat kesadaranku pulih, akhirnya aku memutuskan untuk mengajaknya pulang. Aku sempat melihat kekecewaan di matanya. Tapi mau bagaimana lagi itu jalan terbaik, agar aku tidak sampai terjebak pada posisi yang sulit nantinya.
Besok paginya, waktu aku mau berangkat bekerja, istriku memintaku untuk mengantarkan Eva dulu ke tempat kostnya. Tentu saja aku bersedia, malah jantungku menjadi berdebar-debar. Nggak lama kemudian Eva mendekati kami.
"Kak,
anterin Eva dulu dong? Eva ada kuliah pagi nich! Teman Eva nggak jadi
menjemput", katanya.
"Ayo!"
ajakku sambil masuk ke dalam mobil.
"Eva
mau mandi dulu ya Kak!" katanya.
"Nggak
usah", kataku, "Nanti keburu macet di jalan, mandinya nanti aja di
kost."
Di dalam hatiku aku sudah berjanji bahwa aku harus dapat mengendalikan diri. Sehingga selama dalam perjalanan aku banyak diam. Akhirnya dia mulai membuka pembicaraan,
Di dalam hatiku aku sudah berjanji bahwa aku harus dapat mengendalikan diri. Sehingga selama dalam perjalanan aku banyak diam. Akhirnya dia mulai membuka pembicaraan,
"Kak,
kok diam aja sih? Marah ya? Anterin Eva pulang!" kata Eva.
"Kakak
cuma lagi kurang nikmat badan saja", jawabku sekenanya.
Setelah
sampai di depan rumah kostnya, dia minta aku untuk ikut masuk, mengambil mainan
yang telah dibelikannya untuk anakku. Mulanya aku menolaknya, tapi karena dia
mau buru-buru berangkat kuliah dan juga belum mandi, sedangkan kamarnya di
lantai 3. Aku jadi kasihan kalau dia harus naik turun tangga hanya untuk
mengambilkan mainan saja.
Akhirnya
aku mengikutinya dari belakang, aku sempat heran dan tanya kepada dia,
"Kok sepi sekali?" Ternyata kata Eva semua sudah pada berangkat
kuliah.
Kemudian
aku disuruh menunggu di kamarnya, sementara dia mandi. Setelah selesai mandi
dia masuk ke kamar, wajahnya kelihatan segar.
"Lho
kok nggak ganti pakaian?" tanyaku.
"Iya,
tadi temanku kasih tahu kalau dosennya nggak masuk, jadi Eva nggak perlu
buru-buru lagi." katanya.
Sementara
aku duduk di tempat tidurnya, dia mengambilkan mainan yang akan diberikan pada
anakku.
"Ini
Kak", katanya sambil duduk di sampingku.
"Wah
bagus sekali. Terima kasih ya!" kataku.
Sewaktu aku mau berpamitan keluar, pandangan manggaku beradu dengannya, hati ini kembali berdebar-debar, pandangan matanya benar-benar meluluh-lantakkan hatiku dan menghancurkan imanku. Aku tidak jadi berdiri, kupegang tangannya. Kuusap dengan penuh perasaan, dia diam saja, kemudian kupegang pundaknya, kubelai rambutnya.
Sewaktu aku mau berpamitan keluar, pandangan manggaku beradu dengannya, hati ini kembali berdebar-debar, pandangan matanya benar-benar meluluh-lantakkan hatiku dan menghancurkan imanku. Aku tidak jadi berdiri, kupegang tangannya. Kuusap dengan penuh perasaan, dia diam saja, kemudian kupegang pundaknya, kubelai rambutnya.
"Eva
kamu cantik sekali", kataku dengan suara bergetar, tapi Eva diam saja
dengan muka semakin menunduk.
Kemudian
aku melenggakkan tanganku di pundaknya. Dan karena dia diam saja, aku jadi
semakin berani, kucium di bagian belakang telinganya dengan lembut, rupanya dia
mulai terangsang. Dengan pelan-pelan badan Eva aku bimbing, kuangkat agar
berada dalam pangkuanku.
Sementara kemaluanku semakin menegang, usapan tanganku semakin turun ke arah payudaranya. Aku merasa nafas Eva sudah memburu seperti nafasku juga. Aku semakin nekat, tanganku kumasukan ke dalam kaosnya dari bawah. Pelan-pelan merayap naik ke atas mendekati panyudaranya, dan ketika tanganku sudah sampai ke pinggiran payudaranya yang masih tertutup dengan BH-nya, kuusap bagian bawahnya dengan penuh perasaan, dia menggelinjang dan menoleh ke arahku dengan mulut sedikit terbuka. Aku jadi tidak tahan lagi, kutundukan muka kemudian mendekatkan bibirku ke bibirnya. Ketika bibir kita bersentuhan, aku merasakan sangat hangat, kenyal dan basah. Aku pun melumat bibirnya dengan perasaan sayang dan Eva membalas ciumanku, pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajahi ke dalam mulutnya dan mengkait-kaitkan lidahnya, membuat nafas Eva semakin memburu. Tanganku pun tidak tinggal diam, kusingkapkan BH-nya ke atas, sehingga aku dapat dengan leluasa memegang payudaranya. Aku belum melihat tapi aku sudah dapat membayangkan bentuknya, ukurannya tidak terlalu besar dan terlalu kecil, sehingga kalau dipegang rasanya pas dengan telapak tanganku. Payudaranya bulat dengan punting yang tegak bergetar seperti menantangku. Kuusap dan kuremas, Eva mulai merintih.
Kemudian Eva kurebahkan di kasur, kulepas kaosnya dan BH-nya sehingga tampak pemandangan yang sangat menakjubkan. Dua buah gundukan yang berdiri tegak menantang, kupandangi badannya yang setengah telanjang. Kemudian mulutku pelan-pelan kudekatkan ke buah dadanya, dan ketika mulutku menyentuh buah dadanya, Eva merintih lebih keras. Nafsuku semakin naik, kuciumi susunya dengan tidak sabar. Putingnya kukulum dengan lidahku, kuputar-putar di sekitar putingnya dan susunya yang sebelah kuremas dengan tanganku.
Sementara kemaluanku semakin menegang, usapan tanganku semakin turun ke arah payudaranya. Aku merasa nafas Eva sudah memburu seperti nafasku juga. Aku semakin nekat, tanganku kumasukan ke dalam kaosnya dari bawah. Pelan-pelan merayap naik ke atas mendekati panyudaranya, dan ketika tanganku sudah sampai ke pinggiran payudaranya yang masih tertutup dengan BH-nya, kuusap bagian bawahnya dengan penuh perasaan, dia menggelinjang dan menoleh ke arahku dengan mulut sedikit terbuka. Aku jadi tidak tahan lagi, kutundukan muka kemudian mendekatkan bibirku ke bibirnya. Ketika bibir kita bersentuhan, aku merasakan sangat hangat, kenyal dan basah. Aku pun melumat bibirnya dengan perasaan sayang dan Eva membalas ciumanku, pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajahi ke dalam mulutnya dan mengkait-kaitkan lidahnya, membuat nafas Eva semakin memburu. Tanganku pun tidak tinggal diam, kusingkapkan BH-nya ke atas, sehingga aku dapat dengan leluasa memegang payudaranya. Aku belum melihat tapi aku sudah dapat membayangkan bentuknya, ukurannya tidak terlalu besar dan terlalu kecil, sehingga kalau dipegang rasanya pas dengan telapak tanganku. Payudaranya bulat dengan punting yang tegak bergetar seperti menantangku. Kuusap dan kuremas, Eva mulai merintih.
Kemudian Eva kurebahkan di kasur, kulepas kaosnya dan BH-nya sehingga tampak pemandangan yang sangat menakjubkan. Dua buah gundukan yang berdiri tegak menantang, kupandangi badannya yang setengah telanjang. Kemudian mulutku pelan-pelan kudekatkan ke buah dadanya, dan ketika mulutku menyentuh buah dadanya, Eva merintih lebih keras. Nafsuku semakin naik, kuciumi susunya dengan tidak sabar. Putingnya kukulum dengan lidahku, kuputar-putar di sekitar putingnya dan susunya yang sebelah kuremas dengan tanganku.
"Aduuhh...
ahh... ah", Eva semakin mengerang-erang dan dengan gemas putingnya
kugigit-gigit sedikit.
Badannya
menggelinjang membuatku semakin bernafsu untuk terus mencumbunya. Sekarang
tanganku mulai beroperasi di daerah bawah, kubuka celana pendeknya hingga
sekarang hanya mengenakan celana dalam saja, rupanya celana dalamnya sudah
basah. Akhirnya kulepas sekalian, sehingga tampak vaginanya yang masih kencang
dan ditumbuhi rambut yang tidak banyak, membuat kemaluanku semakin tegang.
Kubersihkan vaginanya dengan bekas celana dalamnya. Kemudian kupandangi dan
kuusap-usap dengan penuh perasaan, Eva tampak sangat menikmati sekali, dan saat
jariku menyentuh klitorisnya, Eva menggelinjang dengan keras. Sementara
klitorisnya masih kuusap-usap dengan jariku, Eva semakin menggeliat-liat. Pada
saat itu aku ingin sekali mencium vaginanya, karena sudah terangsang sekali.
Saat aku mau menunduk untuk mencium, kuangkat tanganku tapi pada saat itu dia
langsung merapatkan kedua pahanya dan badannya tegang sekali dan tersentak-sentak
selama beberapa saat.
"Aahhkk...
ooohh... Kak, aahh!" teriaknya.
Akhirnya
Eva diam beberapa saat, kudiamkan saja, sebab dia baru saja merasakan orgasme.
Tubuhnya terkulai lemas, aku jadi kasihan sehingga senjanggaku juga ikut-ikutan
turun. Dengan penuh rasa kasih sayang aku menghampirinya, duduk di pembaringan
sejajar dengan buah dadanya dan menghadap ke arah wajahnya. Tubuhnya kututupi
dengan selimut. Kubelai rambutnya dan kucium keningnya, rupanya dia terharu
dengan perilakuku. Baru saja aku mau berdiri, tanganku diraihnya, kemudian aku
duduk lagi, tahu-tahu tangannya sudah ada di atas pahaku.
Eva berkata, "Kak, baru kali ini Eva merasakan sensasi yang sangat luar biasa nikmatnya, sebab yang namanya disentuh oleh laki-laki Eva belum pernah, apalagi pacaran. Jadi Kakak adalah orang yang pertama yang menyentuh Eva, tapi Eva senang kok Kak. Tadi Eva merasakan nikmatnya sampai tiga kali Kak, Eva sangat puas kak!"
Eva berkata, "Kak, baru kali ini Eva merasakan sensasi yang sangat luar biasa nikmatnya, sebab yang namanya disentuh oleh laki-laki Eva belum pernah, apalagi pacaran. Jadi Kakak adalah orang yang pertama yang menyentuh Eva, tapi Eva senang kok Kak. Tadi Eva merasakan nikmatnya sampai tiga kali Kak, Eva sangat puas kak!"
Dalam
hatiku bertanya mengapa bisa sampai 3 kali, padahal aku kira cuma sekali.
Pantas dia langsung KO. Mungkin karena dia tidak pernah dijamah laki-laki, jadi
tubuhnya sangat sensitif sekali.
"Kok
diam saja, Kak? Apa Kakak juga udah puas?" tanyanya.
"Eva
nggak usah pikirin Kakak, yang penting kamu sudah dapat merasakan nikmatnya
orang bercumbu yang seharusnya belum boleh kamu rasakan. Sekarang Kakak mau
berangkat bekerja dulu, oke!" kataku.
"Kak
gimana caranya biar Kakak juga bisa merasakan nikmat", katanya dengan
lugu. Tangannya yang masih ada di atas pahaku tahu-tahu sudah melepas sabukku
dan membuka celanaku.
"Biar
Eva juga mau pegang punya Kakak seperti tadi Kakak pegang punya Eva, tadi waktu
Kakak pegang memek Eva dan mengusap-usap, Eva mendapat kenikmatan luar biasa,
berarti kalau punya Kakak Eva pegang dan diusap-usap pasti Kakak juga merasa
nikmat ya?", katanya sok tahu.
Sekarang celana dalamku sudah kelihatan dan Eva mulai memegang dan meremasnya dari luar. Kemaluanku jadi tegak dan menyembul keluar dari celana dalamku.
Sekarang celana dalamku sudah kelihatan dan Eva mulai memegang dan meremasnya dari luar. Kemaluanku jadi tegak dan menyembul keluar dari celana dalamku.
Dia
terkejut dan nggakjub, "Wuah besar sekali."
Kalau sudah
begini aku jadi lupa lagi dengan diriku, aku menurunkan celana dalamku agar dia
dapat leluasa memainkannya. Kemaluanku yang sudah sangat tegak digenggamnya
dengan telapak tangannya dan diremasnya.
"Akh..
Eva, enaakk", dia tambah bersemangat. Jari-jarinya mengusap-usap kepala
kemaluanku.
"Eva,
teruskan sayang..." kataku dengan ketegangan yang semakin menjadi-jadi.
Aku merasa
kemaluanku sudah keras sekali. Eva meremas dan mengurut kemaluanku semakin
cepat.
"Eva!"
seruku, "Kakak akan terasa lebih nikmat kalau Eva mau menciumnya!"
Kemudian
kupindahkan kepalanya di pahaku dan susunya menempel dipunggungku, aku ajari
dia, mulanya kusuruh cium batang kemaluanku kemudian kusuruh jilati dengan
lidahnya. Aku merasakan sesuatu yang lain yang tidak kualami kalau dengan
istriku, mungkin karena Eva masih gadis, lugu dan tubuhnya belum pernah dijamah
sedikitpun oleh laki-laki. Rupanya Eva juga menikmati dan mulai terangsang.
Karena posisi kami kurang bebas, aku membimbing Eva bangun dari pembaring dan
duduk di lantai sementara aku tetap duduk di pembaring, sehingga mukanya tepat
di depan selangkanganku. Kini dengan leluasa dia dapat melihat kemaluanku yang
semakin keras. Kemaluanku terus dipandangi tanpa berkedip, dan rupanya makin
membuat nafsunya memuncak.
Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke arah kemaluanku dan bibirnya mengecup kepala kemaluanku, tangannya memegang pangkal kemaluanku. Mulutnya mulai ditempelkan pada kepala kemaluanku dan lidahnya kusuruh menjilati ujungnya. Dan aku mulai menyuruhnya untuk dikulum di dalam mulutnya, mulutnya mulai dibuka agak lebar dan kemaluanku bagian ujungnya mulai dikulum, aku semakin keenakan, "Eva.. eunnak! terus sayang, masukan terus lebih dalam lagi, nah... begitu sayang." Rambutnya kuusap-usap dan kepalanya pelan-pelan kutarik kemudian kudorong lagi ke arah kemaluanku. Rupanya dia tahu maksudku, kemudian dia maju mundurkan kemaluanku di dalam mulutnya. Aku merasa sudah nggak tahan, apalagi sewaktu Eva melakukannya semakin cepat. Ketika aku merasa spermaku mau keluar, pelan-pelan kutahan gerakan kepalanya, maksudku mau menarik kemaluanku keluar dari mulutnya. Tetapi dia malah melawan gerakanku, dengan memegang pangkal kemaluanku lebih kuat dan mempercepat gerakannya.
Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke arah kemaluanku dan bibirnya mengecup kepala kemaluanku, tangannya memegang pangkal kemaluanku. Mulutnya mulai ditempelkan pada kepala kemaluanku dan lidahnya kusuruh menjilati ujungnya. Dan aku mulai menyuruhnya untuk dikulum di dalam mulutnya, mulutnya mulai dibuka agak lebar dan kemaluanku bagian ujungnya mulai dikulum, aku semakin keenakan, "Eva.. eunnak! terus sayang, masukan terus lebih dalam lagi, nah... begitu sayang." Rambutnya kuusap-usap dan kepalanya pelan-pelan kutarik kemudian kudorong lagi ke arah kemaluanku. Rupanya dia tahu maksudku, kemudian dia maju mundurkan kemaluanku di dalam mulutnya. Aku merasa sudah nggak tahan, apalagi sewaktu Eva melakukannya semakin cepat. Ketika aku merasa spermaku mau keluar, pelan-pelan kutahan gerakan kepalanya, maksudku mau menarik kemaluanku keluar dari mulutnya. Tetapi dia malah melawan gerakanku, dengan memegang pangkal kemaluanku lebih kuat dan mempercepat gerakannya.
Akhirnya
aku tidak dapat menahan lebih lama lagi, "Sahh, aahh, aahh...!"
Spermaku keluar di dalam mulutnya dengan rasa nikmat luar biasa dan badanku
sampai tersentak-sentak. Kemudian kemaluanku kutarik dari mulutnya. Aku melihat
di mulutnya belepotan dengan spermaku, kuangkat dia dan kududukan di pahaku,
tanganku yang sebelah kiri menopang kepalanya, sedangkan tanganku yang kanan
membersihkan mulutnya.
"Kamu
pintar sekali, Kakak mendapatkan kenikmatan yang luar biasa", kataku
berbisik. "Eva.. juga Kak, sekarang Eva merasakan tulang-tulang Eva
seperti lepas!" katanya.
Kemudian
kuangkat tubuhnya yang masih telanjang, kurebahkan di pembaring. Aku sendiri
merapikan pakaian dan langsung pamit pulang.
Setelah kejadian tersebut aku sangat merasa menyesal, tapi lagi-lagi sudah terlambat, tapi hatiku menganggakan tidak ada yang terlambat, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Aku kembali berjanji dalam hatiku cukup sampai di sini.
Setelah kejadian tersebut aku sangat merasa menyesal, tapi lagi-lagi sudah terlambat, tapi hatiku menganggakan tidak ada yang terlambat, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Aku kembali berjanji dalam hatiku cukup sampai di sini.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar