Rabu, 29 Agustus 2012

Gairah Istri Simpanan

Nama saya Ogi, berumur 30 tahun, dan ingin berbagi kenangan indah seks saya. Ketika itu saya masih bekerja di salah satu KAP terkenal di kota J. Saya bertugas melakukan audit pada perusahaan yang bergerak dalam pengeboran minyak dan kayu yang memiliki field di pulau K.

Ketika itu hari ke-12 saya melakukan audit, karena weekend saya ikut bersama-sama karyawan yang sedang off untuk sama-sama ke kota B di pulau K. Di dalam perjalanan menuju kota B dengan heli milik perusahaan tersebut, saya berkenalan dengan seorang Expatriate yang memiliki rumah di kota B. Singkat cerita ia menawarkan rumahnya yang memiliki paviliun untuk saya tempati selama saya berada di kota dan tentu saja saya sangat setuju.

Setibanya kami di rumah, Expatriate itu memperkenalkan istrinya dan kedua anaknya kepada sayadan memberitahukan bahwa saya akan menempati paviliun depan selama weekend ini. Teh Ana, begitu saya memanggilnya dan sebaliknya ia memanggil saya dengan sebutan Pak karena suaminya yang Expatriate itu mengatakan hubungan pekerjaan saya dengan perusahaan tempatnya bekerja.

Lewat kira-kira sejam saya berendam, setengah tertidur di kamar mandi ketika samar-samar saya dengar ketukan di pintu kamar mandi. Setengah sadar saya melompat dan langsung membuka pintu kamar mandi. Saya terkejut bukan kepalang karena tiba-tiba Teh Ana telah ada di depanku. Teh Ana juga tidak kalah kalah terkejutnya, melihat saya dalam keadaan bugil. Sambil berucap yangtak jelas, "Ah.. eh.." saya langsung berbalik ke dalam dan mengambil handuk dan langsung membungkus tubuh terlarang saya dan kembali keluar menemui Teh Ana. Di luar, Teh Ana juga masih gugup dan kaku berbicara kepada saya, "Eh.. anu Pak, e... Mr. Eric sudah kembali lagi ke field, katanya ada kebocoran pipa di pengeboran dan hari senin pagi Bapak akan dijemput oleh orang proyek di sini." lanjutnya. "Oh.." jawab saya pendek.

Lalu saya berjalan ke depan, untuk memakai baju di dalam kamar, Teh Ana menunjukkan dimana saya bisa menyusun dan menyimpan pakaian saya serta menyodorkan kantong, "Pakaian kotornya taruh di sini, biar nanti dicuci pembantu," katanya. Ketika saya membungkuk untuk membuka tas dan akan menyusunnya ke dalam lemari, tiba-tiba terlepaslah handuk yang membelit di pinggang, saya terkejut setengah mati, dan wajah saya merona merah, karena malu. Ternyata Teh Ana, tidakterlihat terkejut, Teh Ana hanya memandang saya sambil tersenyum nakal, lalu katanya, "Sudah berapa lama di hutan?"
Sambil membetulkan handuk, saya menjawab sekenanya, "Sekitar dua minggu."
"Wah, lumayan juga dong.. pasti udah lama tidak diasah, ya Pak?"
Saya hanya meringis, mengiyakan. Melihat Teh Ana tidak terkejut dan malah berkomentar lucu, timbul niat iseng di kepala saya. Sambil kembali melepaskan handuk di pinggang, saya balik bertanya, "Teh Ana juga udah lama dong, nggak dibor?"
Sial, ternyata Teh Ana langsung keluar kamar, saya tidak begitu peduli awalnya, tapi saya pikir mungkin telah melukai perasaan wanita, buru-buru saya mengenakan CD dan mencari-cari jeans di dalam tas untuk saya pakai dan mengejar Teh Ana, untuk minta maaf.

Samar-samar saya dengar pintu tertutup dan, "Klik..." suara anak kunci diputar, sebentar kemudian Teh Ana sudah ada di belakang saya sambil berusaha menarik turun jeans yang sedang saya pakai.
"Nggak usah dipakai lagi deh Pak," sambil memeluk dari belakang, tangannya meraba dada saya yang berbulu halus, tentu saja dadanya menempel pada punggung saya dan terasa hangatnya kedua gunung kembar itu.
"Kalo saya udah lama nggak dibor, mau nggak Bapak melakukan pengeboran di sumur saya?" Teh Ana seperti merajuk mengemukakan pertanyaan itu.
Saya langsung berbalik dan memeluk Teh Ana erat-erat. "Teh Ana, nggak mungkin ada lelaki yang bisa nolak kalo diajak oleh Teteh.. lihat meski anak dua, pinggul masih berisi, dada membusung dan kemulusan Teteh.. cek..cek.. kyai aja mungkin bakalan luluh, Teh.."

Mendapat angin dari saya, Teh Ana berusaha membalas pelukan saya, sambil satu tangannya diturunkan untuk menarik CD saya ke bawah. Merasakan isyarat tubuh Teh Ana yang bergetar dan hangat, saya segera melakukan rabaan, elusan di punggung yang terbungkus T-Shirt, yang dikenakan oleh Teh Ana. Saya ciumi telinga dan tengkuk Teh Ana, saya dapat merasakan Teh Ana menghentakkan kepalanya ke belakang, merasa fly dan kegelian yang amat sangat. Saya masukkan sebelah tangan saya untuk melepas pengait bra yang dipakai Teh Ana, dan menariknya lepas dari tempatnya. Tangan saya terus bergerilya meraba ke arah ke dua gunung kembar milik Teh Ana, memutar dan menyentuhnya dengan hati-hati, melakukan putaran telunjuk di sekitar bawah puting berganti-gantian, dan saya rasakan Teh Ana semakin menggelinjang dan serasa tidak kuat menahan berat badannya sendiri.

Sambil membimbing Teh Ana duduk di tempat tidur, saya terus mencium telinga dan kuduk Teh Ana, saya tarik T-Shirt yang dipakainya ke atas, tersembullah pemandangan yang indah di depan saya, dua buah delima yang ranum tergantung indah, tanpa bisa menyembunyikan kekaguman, "Teh... bener-bener sempurna." Saya kembali menciumi telinga dan kuduk kemudian ke dagu, dan saya lumat bibirnya yang ranum, saya mainkan lidah saya di dalam rongga mulut Teh Ana, tangan saya juga bekerja untuk mengerjai kedua buah gunung kembar milik Teh Ana. Teh Ana semakin klimaks dan saya tidak memberi kesempatan lagi, saya tarik rok ketatnya, saya tarik turun CD-nya, maka tersembullah pemandangan yang luar biasa, belahan luar yang tertutup bulu lebat, semakin ke tengah dan mendekati sentral semakin menipis seolah-olah seperti diatur oleh salon. Saya ciumi gundukan tebal itu, saya gunakan jari telunjuk dan tengah untuk menguak gundukan tersebut, kemudian menjilatinya dengan perlahan-lahan sambil menyedot dan menggigit kecil. Teh Ana tak tahan mengeluarkan erangan, "Ah.. ahhh.." sambil menekan kepalaku dari atas. "Terusin Pak, terusss.. sedoottt.." Saya naikkan kakinya ke tempat tidur, dan memutar tubuh saya di atas tubuh Teh Ana dan melakukan oral 69, merem-melek yang saya rasakan. "Aahhh.. ashhh.." suara saya bersaut-sautan dengan desahan Teh Ana.

Hampir 20-30 menit kami melakukan oral seks, di kemaluan Teh Ana sudah banjir ludah saya dan bercampur dengan maninya. Kemudian saya bersihkan dengan menyedotnya, dengan tiba-tiba sayatarik penis dari mulutnya, "Sloobb.. sss.." dan langsung mengajak Teh Ana berdiri dekat dengan kursi, saya angkat kaki kanan Teh Ana dan mendudukkannya di atas meja rias. Kemudian saya arahkan penis yang sudah tegang tidak terkira ini ke vaginanya, terpeleset karena licin dan banyaknya cairan yang keluar dari dalam kemaluannya, dengan sigap Teh Ana menangkap dan membimbing penis saya ke dalam, ketika kudorong, "Aahhh.. ah... tolong gerakin dooong, aduuh... enak banget Pakkk.. gila.. kok punya Bapak bisa lebih gede dari punya suami kontrak saya.. ahhh.. shhh.." Saya tarik, dorong perlahan-lahan terus dengan lembut. Ternyata dengan cara inilah Teh Ana justru tidak dapat mempertahankan maninya untuk mengalir. Kukunya mencengkeram pundak saya, mulutnya menggigit bahu.

"Aahhh... ashhh.. aduhhh... nggaaak tahan nih aku... keluar... agghhh.." saya tetap dengan sabar mendorong, menarik dan memasukkan penis saya, memutar sambil mendorong dengan lambat-lambat kembali membangkitkan libidonya Teh Ana. Perlahan tapi pasti, kedua bukit kembarnya semakin menegang kembali, saya raba kedua bukit kembar itu, saya hisap perlahan, saya gigit tahan putingnya dan Teh Ana benar-benar seperti terombang-ambing di atas meja. Meja rias yang menopang tubuh Teh Ana ikut bergoyang mengikuti irama yang saya buat, tetapi teh Ana semakin liar dan tidak mampu menahan gejolak hasrat seksnya.

Kurang lebih 20-30 menit saya memasukkan, mendorong, menarik, memutar penis saya di dalam vaginanya, mencoba membongkar isinya dengan benar-benar perlahan, tapi gejolak Teh Ana ternyata semakin tidak terbendung, "Aahhh... ashhh... aku.. kelluaarrr lagi nihhh.. ahhh.. kamu pinter banget ngerjain aku... aduuhh.." dengan berakhir lenguhannya, saya rasakan penis saya seakan tersedot dan hangat tersiram maninya. Saya juga sudah merasa letih dengan berdiri terus mengerjai kemaluannya Teh Ana, tubuh saya dan Teh Ana sudah bersimbah keringat, padahal gerakan yang saya lakukan benar-benar perlahan.

Saya mencabut penis di kemaluan Teh Ana. "Teh, kita pindah di bed yuk.." sambil saya bopong tubuh sintalnya yang mulus, saya baringkan dia di tempat tidur nomor 1 yang ada di kamar itu, kemudian saya balikkan, tubuhnya dan posisi menungging, kemaluan dan sebagian klitorisnya mendongak seolah menantang. "Ayoo hantam aku.." saya tunggangi Teh Ana, seperti seorang Joki, lalau saya masukkan batangan saya dengan tidak merubah ritmenya, tetap santai tetapi tetap menghujam sampai ke dasarnya. Saya raba payudaranya yang bergoyang-goyang karena dorongan saya dari belakang. "Teruusshh.. ssshh.. ahhh.. shhh.." ceracau Teh Ana benar-benar membuat saya semakin asyik menggoyang pantat, menghujam vaginanya yang sudah benar-benar banjir. "Ahhh... sshhh..." saya juga merasakan penisku berdenyut. "Aahhh... agghhh..." Teh Ana memutar-mutar pantatnya sehingga saya benar-benar merasakan nikmat yang luar biasa. Sedotan vaginanya begitu melambungkan perasaan.

"Aaahhh... ssshh... ahhh.." saya tidak lagi menyebut Teteh seperti sebelumnya. "Na... asshhh... gilaaaa.. empot ayammu... ahhh... hebat beneeerhh... ahhh.. aghhh... asshhh... ahhh..." sampai akhirnya saya tidak kuat menahan dan Teh Ana juga sudah tidak tahan ingin mengeluarkan maninya yang keenam kalinya. Kali ini dia tidak memberi kesempatan kepada saya untuk menahan lagi, dan langsung menarik pantatnya ke depan. "Slooobbb..." saya terkejut, sudah di ujung kok malah ditarik. "Na.. kenapa..." tanpa menjawab dia mendorongku hingga jatuh terlentang dan langsung mengangkangi dan memasukkan penisku yang berdiri kokoh dan agak nyeri karena hampir 3 jamtegang yang sengaja kutahan tidak menggelepar. Teh Ana mulai memasukkan dan menggoyang pantatnya naik.. turun.. naik.. turun sambil memutar-mutar.

"Aahhh... gila... Na... akuuu pingin keluar... ahhh.."
"Tahan sedikit... sayang, aku juga udah mau keluar kok... tahan yah... ahhh..." akhirnya TehAna ternyata sudah keluar, hal itu dapat saya rasakan dari kehangatan menjalar melalui penis dan terus mengalir ke pahaku. Saya bangun dan ganti mendorong tubuhnya sehingga dia menjadi telentang. "Kenapa.. udah dikeluarin Sayang..." Ternyata dia masih mengeluarkan maninya, hampir 1 menit berselang kurasakan Teh Ana masih mengalir maninya, dan kuterjang habis-habisan dengan ritme lebih cepat sedikit. Kuputar putingnya, diciuminya putingku. "Cupp.. sluuppp..." dan, "Ayo... Sayang... ahhhh... aghhh..." dia mengikuti irama tekananku sambil kurasakan empot ayamnya bekerja kembali dan akhirnya kami tidak tahan, lagi-lagi teh Ana menyemburkan maninya dan kukeluarkan di dalam vaginanya. Kulihat Teh Ana benar-benar menerima dengan nikmat, muncratan spermaku di dalam vaginanya sampai hampir sepuluh kali muncrat dan setiap muncratan dia sambut dengan dorongan pantatnya ke arahku, sampai akhirnya saya terkulai di atasnya. Saya kecup dahinya, "Thanks ya... kamu benar-benar mengagumkan... sungguh, belum pernah pengalaman seperti ini aku alami.." Jawabnya, "Kamu juga benar-benar luar biasa, lakiku bule tapi tidak sehebat kamu yang melayu." Saya ciumi bibirnya dengan lembut, dagunya dan matanya lalu kami tertidur dengan lelapnya. Terbangun sudah hampir subuh dan Teh Ana mulai menggesek-gesekkan tangannya di kemaluanku dan saya begitu terangsangnya lalu kami bercinta lagi sampai jam 8:00 pagi.

Hari Minggu benar-benar kami isi di atas ranjang, istirahat sebentar, bercinta lagi, makan dan minum shake dan bercinta lagi sampai pagi hari Seninnya. Waktu menunggu jemputan mobil proyek pun, masih kami lakukan bercinta di kamar mandi, walaupun cukup singkat dan mencuri-curi, benar-benar membuatku excited dan menggoreskan kenangan yang sangat mendalam dalam dua hari itu. Terima kasih atas segalanya Teh Ana.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar