Sore itu selepas pulang kantor, Dony nampaknya
seperti linglung. Rupanya ia sedang kesal atas sikap rekan sekerjanya tadi
ketika meeting dengan dewan direksi membahas program yang ia ajukan.
Pada saat tanya jawab, salah seorang manager dari bagian keuangan yang bernama
Ratna mengajukan berbagai pertanyaan yang menyudutkan dan cenderung menjegal
semua ide-idenya. Dony menganggap semua itu sama sekali tidak relevan dengan
apa yang ia presentasikan. Ia heran kenapa wanita itu selalu saja beroposisi
dengannya dan selalu mempersulit setiap urusan yang ada kaitannya dengan unit
kerja wanita itu.
Dony sendiri tak tahu kenapa sebabnya ia bersikap seperti itu padanya. Ia
mengira-ngira apakah ini karena ia tak pernah begitu memperhatikannya padahal
lelaki-lelaki lain di kantorku berlomba-lomba untuk menarik perhatian wanita
yang selalu berpenampilan trendy dan menjurus seksi ini. Dony pun tak
memungkiri bahwa Ratna merupakan wanita yang menarik, cantik dan pintar. Awalnya
Dony tertarik juga kepadanya namun setelah melihat orangnya agak sombong dan
meremehkan lelaki-lelaki yang mencoba mendekatinya, ia jadi kurang respek
hingga akhirnya lebih banyak menghindar darinya.
Pikiran Dony masih tak karuan, matanya menatap kosong ke arah jalanan dari
balik kaca mobilnya. Ia bingung sendiri. Mobilnya meluncur dengan kecepatan
sedang tanpa arah. Jalanan yang biasa ia lalui menuju rumah telah kelewatan
sejak tadi. Pulang ke rumah juga mau ngapain, pikir Dony. Anak dan istri lagi pulang
kampung selama liburan sekolah ini. Katanya ingin berlibur di rumah kakek dan
neneknya.
Tiba-tiba Dony membelokkan mobinya ke arah suatu tempat yang nampaknya seperti
sebuah hotel. Nampak di pelataran parkir berjejer mobil-mobil mewah. Dony
segera memarkirkan mobilnya di sana lalu turun dan berjalan ke sebuah bar yang
terletak di samping lobby hotel itu. Ia langsung masuk.
Terdengar suara hingar bingar musik yang memekakan telinga begitu pintu
terbuka. Dony berjalan tanpa melirik ke kiri kanan dan langsung duduk di sebuah
kursi bar.
"Gin tonic in the rock," pintanya tanpa pikir panjang kepada
bartender.
Ia sendiri sebenarnya kaget juga mendengar ucapan dari mulutnya, padahal sudah
bertahun-tahun sejak sebelum menikah ia tak pernah lagi menyentuh minuman
beralkohol. Tetapi kenapa tiba-tiba ia memesan minuman seperti itu?
"Malam Boss," sapa bartender itu dengan ramah sambil menyodorkan
minuman pesanannya.
"Malam," balas Dony seraya meraih gelas dan langsung menenggaknya
sampai habis lalu menyodorkan lagi kepada bartender untuk minta tambah.
Bartender itu tersenyum melihat tingkah Dony. Rupanya ia sudah terbiasa melihat
tingkah orang-orang seperti Dony ini di barnya.
"Suntuk kayaknya malem ini ya Boss," katanya mencoba untuk mengajak
ngobrol, sesuai dengan tugasnya sebagai bartender yang umumnya merupakan tempat
untuk curhat bagi tamu-tamu bar.
"Yaaaahhhh.., gua lagi empet nich. Dari pada pusing lebih baik happy-happy
aja dech," jawab Dony kembali meneguk gelas kedua. Kali ini minuman itu masih
bersisa sedikit. Mukanya nampak mulai memerah, minuman beralkohol itu begitu
cepat mempengaruhi kesadarannya.
Dony kembali ngobrol dengan bartender itu. Meskipun ucapan-ucapannya sudah
ngaco, tetapi bartender itu masih tetap meladeninya dengan baik dan menambah
kembali minuman di gelas Dony. Tanpa terasa telah 4 gelas diteguknya.
Obrolan mereka nampaknya semakin menghangat, terdengar gelak tawa mereka
berkali-kali sehingga menarik perhatian orang-orang di sekelilingnya. Begitu
melihat keadaan Dony, orang-orang itu tersenyum-senyum maklum. Tetapi ada
seorang wanita cantik yang duduk di pojok kafe itu sejak tadi memperhatikan
tingkah laku Dony. Ia lalu bangkit dari duduknya dan datang menghampiri.
"Hai, kayaknya asyik banget ngobrolnya. Boleh dong bergabung,"
sapanya kepada Dony sambil menepuk-nepuk pundaknya dan duduk persis
disampingnya.
Dony menengok kaget karena tepukan halus di pundaknya itu. Begitu matanya
memandang wajah wanita itu, ia bertambah kaget. Sama sekali tak menyangka akan
bertemu di tempat seperti ini..
"Oh! Hai," balas Dony tidak bersemangat begitu mengetahui wanita yang
datang itu adalah Ratna. Wanita yang menjadi penghalang programnya di kantor
tadi siang.
Melihat sikap Dony yang tidak bersahabat seperti itu, si bartender malah
keheranan. Padahal mereka tadi sedang membicarakan apa yang akan dilakukan
seandainya ada cewek cantik yang mau bergabung dengan mereka. Kini justru
setelah ada cewek cantik dan seksi seperti itu malah dicuekin. Ia geleng-geleng
kepala oleh sikap Dony yang menurutnya aneh.
"Rupanya suka juga nongkrong di sini, ya?" Tanya Ratna memulai
pembicaraan.
"Ya begitulah...," jawab Dony datar sambil meminta tambah minumannya
lagi.
"Jangan banyak-banyak, kamu sudah mabok lho," katanya kemudian
memperingatkan.
"Emang nape?" tanya Dony sembari mendelik.
Ratna hanya tersenyum saja mendengar gaya omongan Dony yang lain dari pada
biasanya. Maklum lagi mabok, demikian kata Ratna dalam hati.
"Jangan frustrasi gitu dong," ucap Ratna dengan lembut seraya
mengelus pundak Dony.
Meski terdengar lembut ucapan itu, tapi di kuping Dony bagaikan suara geledek.
Ia mulai mengungkit masalah yang sebenarnya ingin ia lupakan saat itu.
Dipandangnya wajah Ratna dengan mata sedikit melotot.
"Hei, denger! Gua nich lagi happy-happy. Siapa bilang frustrasi? Nggak ada
dech dalam kamus gua," jawab Dony sengit.
Giliran Ratna yang kini sengit begitu mendengar jawaban angkuh seperti itu. Ia
jadi terpancing untuk memperpanjang persoalan mereka di kantor. Mereka akhirnya
berdebat sengit, kalau saja si bartender tidak menengahinya tentunya mereka
akan bertengkar hebat.
"Udah lah Boss," kata si bartender. "Nggak usah bertengkar, kita
di sini khan buat senang-senang. Ngapain mesti ribut-ribut gitu, benar khan
Non?" katanya kemudian kepada Ratna.
Dony diam tak menjawab. Dia hanya menunduk untuk kemudian meneguk kembali
minumannya hingga habis. Ratna menghela nafas panjang untuk menenangkan dirinya
yang sudah terpancing emosinya. Ia lalu memberi isyarat kepada si bartender
untuk mengisi gelasnya dengan minuman yang sama. Ia pun menenggak minuman itu
sekaligus seolah ingin mendinginkan hatinya yang panas. Sebenarnya ia tidak
pernah minum minuman beralkohol seperti itu. Begitu minuman itu melewati
tenggorokannya, ia rasakan tubuhnya menjadi panas. Ia kegerahan. Lalu ia
melepaskan blazernya.
Si bartender melirik kagum menyaksikan tubuh indah yang hanya berbalut tank-top
tipis yang menempel ketat itu. Bola matanya sedikit mendelik melihat kain tipis
yang sudah basah oleh keringat mencetak jelas bentuk payudaranya yang membusung
indah itu. Meski penerangan di bar itu amat temaram, pandangannya masih sempat
melihat tonjolan kecil mencuat nakal dari balik tank-top itu. No bra, man!
Jerit si bartender dalam hati dengan senang.
"Apa loe liat-liat!" gertak Ratna saat memergoki mata nakal si
bartender itu menggerayang ke arah dadanya.
"Sorry Non," katanya seraya mengalihkan pandangan dan bergeser ke
dekat Dony lalu berbisik-bisik.
Mereka kemudian tertawa ngakak sambil sekali-sekali melirik ke arah Ratna.
Melihat dirinya menjadi bahan tertawaan dan meski ia tidak mendengar apa yang
mereka bisikkan, tetapi Ratna tahu persis apa yang sedang mereka tertawakan.
Dengan kesal ia layangkan tinju ke arah pundak Dony.
"Eiiittt!" Dony buru-buru menangkap kepalan tangannya yang hendak
mendarat di pundaknya. "Kok gua yang jadi sasaran?"
"Loe memang kurang ajar!" jerit Ratna dengan suara ditahan karena
takut akan menjadi tontonan orang lain.
"Mestinya dia tuh..," kata Dony menengok ke arah si bartender.
"Eh kemana dia? Akh sialan!" lanjutnya ketika melihat si bartender
itu sudah berada jauh di ujung bar sedang melayani tamu lain. Ia melirik
sebentar sambil tersenyum-senyum.
"Kamu nich kenapa? Morang-maring nggak karuan," lanjutnya. "Kita
happy aja?"
"Bodo!" jawab Ratna ketus seraya menarik tangannya dari pegangan
Dony.
Dony malah mempererat pegangannya. Ratna menarik-narik. Mereka akhirnya jadi
tarik-tarikan. Tanpa sepengetahuan Ratna, mata Dony menangkap sesuatu yang
begitu mengasyikan saat wanita itu berkutat melepaskan tangannya. Tubuhnya jadi
berguncang-guncang sehingga membuat payudaranya yang nampak tidak memakai bra
itu jadi ikut-ikutan berguncang. Berayun-ayun kesana kemari dengan indahnya.
Dony menghela nafas untuk menenangkan goncangan di dadanya akibat pemandangan
ini. Sementara matanya tak bisa dialihkan pandangannya dari sana. Pikirannya
jadi menerawang dan berandai-andai seperti apa gerangan apabila bagian tersebut
tak terhalang oleh kain tipis lagi. Bayangannya semakin jauh melayang.
"Idih matanya sama kurang ajarnya!" kata Ratna sambil menjewer
telinga Dony.
"Aduh, aduh...iya, ya...., ya," kata Dony kesakitan dan melepaskan
pegangan tangannya.
Ratna segera menyilangkan kedua tangannya di atas dadanya. Dony mengalihkan
pandangan matanya ke wajah Ratna. Nampak wajah itu memerah. Malu kali. Salah
sendiri kenapa pake pakaian seperti itu, kata Dony dalam hati kesenangan. Namun
ketika memandang wajah itu, Dony agak kesengsem juga. Dalam keadaan seperti itu
kecantikannya semakin mempesona saja dimata Dony.
"Cantik sekali," ucap Dony perlahan sekali. ucapan itu keluar begitu
saja tanpa disadari.
Meski suara itu amat perlahan dan tertimpali oleh suara musik di ruangan, namun
Ratna sempat mendengarnya juga. Hatinya senang juga mendengar pujian yang terucap
tanpa sengaja itu. Berarti tidak dibuat-buat. Entah kenapa jantungnya sempat
berguncang juga. Kok jadi gini sich, cetus Ratna dalam hati malu dengan
perasaannya sendiri.
"Berani amat ngomong gitu ama gua?" kata Ratna. Meski ucapannya masih
kasar namun nadanya terdengar jauh lebih lembut dari sebelumnya.
"Memang kamu cantik kok," kata Dony menimpali semakin berani.
Dipandangnya mata Dony dengan penuh selidik. Kenapa ia jadi berbalik seperti
itu? Apa dia masih juga ingin mempermainkan aku lagi? Demikian kata Ratna dalam
hati bertanya-tanya. Ia khawatir pria yang ia akui memang menarik namun sombong
ini masih mau membalas perbuatannya ketika meeting tadi siang.
Dulu, ketika pertama kali mereka berkenalan, Ratna sempat tertarik olehnya.
Saat itu ia melihat Dony begitu simpatik, ramah dan ganteng. Ekh, kenapa gua
jadi berpikir yang enggak-enggak sich? Tiba-tiba egonya muncul lagi. Gengsi
dong!
"Ngomong apa sich? Ngaco kamu," jawabnya ketus kembali meski dengan
hati deg-degan. Diam-diam matanya melirik ke arah wajah Dony.
Baru sekarang ini ia bisa memperhatikannya dari jarak dekat. Tampan juga,
demikian kata hatinya. Ia jadi salah tingkah sendiri.
"Ratna, kenapa kita harus selalu bertengkar. Kita ini khan kolega yang
harus bisa saling kerja sama, ya khan?" ucap Dony memulai untuk berbaikan
dengannya. "Lagi pula kita bisa bersahabat, dari pada harus bermusuhan
seperti ini. Bosen rasanya."
Baru kali ini ia mendengar Dony mengucapkan namanya dengan langsung. Selama ini
ia selalu menyebutnya dengan panggilan Ibu atau sama sekali tidak. Ratna
memiringkan tubuhnya dari tempat duduknya sehingga menghadap ke arah Dony. Kali
ini ia sudah tidak malu-malu lagi untuk menatapnya. Mendengar perkataan itu,
nampak wajah Ratna sudah tidak seketus seperti apa yang selalu ia perlihatkan
kalau berhadapan dengannya. Malah tersungging sebuah senyuman di bibirnya. Ia
tak menyadari perubahan itu namun ia melihat Dony seakan terpesona saat
memandang dirinya. Duh kenapa lagi nich, ucap Ratna dalam hati begitu mendadak
merasakan darahnya berdesir oleh situasi ini.
"Aku juga bosen, Don," jawabnya hampir tak terdengar. Tatapan mata
Ratna semakin lembut. Namun ia segera memalingkan mukanya. Hatinya tiba-tiba
khawatir, ya ampun jangan sampai!
"Oke dech. Kita baikan mulai dari sekarang," kata Dony seraya
menyodorkan tangannya untuk bersalaman.
Ratna tak segera menyambutnya. Ia memandang sejenak ke arah uluran tangan Dony.
Kemudian ia melirik ke wajahnya. Baru kali ini Ratna melihat wajah itu
tersenyum. Manis sekali, akunya jauh dalam hatinya. Tatapan matanya begitu
menyejukan, ooh andaikan saja...!
"Masih ngambek?" Tanya Dony khawatir begitu melihatnya tak bereaksi
atas uluran tangannya.
Ratna segera tersadar dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah karena malu,
jangan-jangan Dony bisa menebak apa yang tengah ia pikirkan. Ia segera
menyambut uluran tangan itu dan menjabatnya dengan erat sambil tersenyum lepas.
Melihat itu Dony pun tersenyum senang. Tanpa ia sadari ia cium pipi Ratna
dengan lembut. Gerakan ini sama sekali diluar dugaan Ratna, ia terperangah
tanpa bisa berbuat apa-apa saat dicium seperti itu dan baru sadar setelah
semuanya berlalu.
"Berani-beraninya, Don?" ucapnya tapi dengan nada yang lembut. Tak
terlihat kemarahannya atas perbuatan Dony yang begitu spontan.
"Sorry, Na. Gua nggak bisa nahan diri," jawab Dony agak menyesal.
Khawatir Ă¢€˜perdamaianĂ¢€™ yang sudah dicapai kembali hancur gara-gara perbuatan
konyolnya.
"Ya udah," balas Ratna tanpa komentar.
Dony benar-benar menyesal dengan ulahnya barusan. Ia mengira Ratna kembali
marah dan akan membencinya. Melihat sikap Dony yang langsung terdiam membuat
Ratna tak enak hati juga.
"Eh yo kita minum lagi," tiba-tiba Ratna memecah kesunyian di antara
mereka seraya memanggil bartender untuk mengisi kembali gelas mereka.
"Ya, ayo kita rayakan hari ini dengan minum!" teriak Dony gembira
melihat perubahan ini.
Suasana sekarang jauh berbeda dengan sebelumnya. Mereka ngobrol sambil
tertawa-tawa gembira seakan ingin melepaskan semua ganjelan yang ada di hati
masing-masing. Tak jarang mereka saling rangkul dan saling cubit disela-sela
obrolannya. Tinggalah si bartender yang terheran-heran melihat tingkah mereka
yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat
keakraban mereka. Sinting kali, demikian runtuknya dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar