Senin, 27 Agustus 2012

Aku Menjadi Pacar Gelap 3



Sejak kejadian itu, aku sering melakukan hubungan sex dengannya pada siang hari ketika suaminya tidak di rumah. Papan yang menyekat kamarku dengan kamarnya telah kulonggarkan pakunya, sehingga 2 buah papan penyekat dapat kucopot dan pasang kembali dengan mudah. Kami menyebutnya "Pintu Cinta", karena untuk masuk ke kamarnya aku sering melalui lubang papan tersebut. Mbak Dwi kini tahu bahwa aku sering mengintip ke kamarnya, bahkan ketika dia melayani suaminya, dan kelihatannya dia tidak keberatan. Dan entah kenapa, aku pun tidak pernah cemburu, bahkan selalu terangsang jika mengintip Mbak Dwi sedang disetubuhi oleh suaminya.

Siang hari jika aku tidak ada kuliah, dan Mbak Dwi sendirian di rumah, aku sering menerobos melalui "Pintu Cinta" untuk menyalurkan birahiku sekaligus birahinya yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya. Tetapi sejak saat itu pulalah hubungannya dengan suaminya tambah mesra, jarang marah-marah, sering pula kulihat dia memijat suaminya mejelang tidur. Pelayanan sex-nya kepada suaminya juga tidak berkurang (dia melakukannya rata-rata dua kali satu minggu), tidak jarang pula suaminya hanya dilayani dengan oral sex.

Yang mebuatku bingung adalah jika Mbak Dwi mengulum dan mengurut-urut penis suaminya, suaminya mampu bertahan cukup lama, tetapi kalau dimasukkan ke vagina hanya mampu 5 sampai 10 kocokan, kemudian sudah tidak tahan. Biasanya, jika telah selesai melakukan tugasnya dan suaminya sudah pulas, Mbak Dwi akan mengeser tidurnya ke arah dinding yang menempel ke kamarku. Dengan posisi miring setengah telungkup, tangannya menyusup melalui kelambu dan "Pintu Cinta" yang sudah kubuka. Dia akan mencari paha dan kemaluanku, dan tanganku pun akan menyelusup ke arah selangkangannya untuk menuntaskan birahinya yang tidak pernah dicapainya dengan suaminya. Setelah itu kami saling mengocok kemaluan kami sampai masing-masing orgasme. Petting di samping suaminya yang tidur sungguh menegangkan, tetapi nikmat sekali.

Bahkan pernah suatu malam, dimana suaminya tertidur pulas, kami melakukan persetubuhan yang sangat unik. Setelah saling meraba melalui lubang cinta, Mbak Dwi memasukkan separuh tubuhnya bagian bawah melalui kelambu dan lubang cinta ke kasurku, sedangkan pinggang ke atas masih tetap di kamarnya bersebelahan dengan suaminya yang masih mendengkur. Sebenarnya aku sangat kuatir kalau ketahuan suaminya, tetapi karena nafsuku juga sudah tinggi, melihat vagina yang merekah dan berlendir aku tidak tahan untuk tidak menjilatnya dan menyedot-nyedot kemaluannya.

Ketika nafsuku tidak terkendali dan berniat untuk memasukkan penisku yang sudah mengeras sejak tadi ke lubang vaginanya, aku mengalami kesulitan posisi. Maka tidak ada jalan lain, kutarik tubuhnya makin ke dalam dan kuganjal pantatnya dengan bantal. Walaupun buah dadanya dan kepalanya masih di kamarnya, tetapi seluruh pinggangnya yang masih terbalut baju tidur sudah masuk ke kamarku, pahanya mengangkang lebar-lebar. Maka dengan setengah berjongkok, kumasukkan kemaluanku ke arah bawah. Memang ada sensasi lain. Jepitannya semakin kencang, dan klitorisnya terlihat jelas dari sudut pandangku.

Aku mengocoknya pelan-pelan, karena aku menjaga untuk tidak membuat bunyi apapun. Sambil kukocok vaginanya yang menjepit terus menerus itu, kuelus-elus klitorisnya dengan ibu jariku. Pada saat Mbak Dwi mengalami orgasme yang pertama, ternyata aku masih separuh perjalanan. Kubiarkan kemaluanku tetap di lubangnya ketika pinggulnya diangkat ke atas tinggi-tinggi saat menikmati orgasmenya, kedua pahanya menjepit keras pinggangku. Setelah kubiarkan istirahat sejenak, kembali kukocok vaginanya serta kuputar-putar klitorisnya dengan jempolku. Dan kulihat pinggulnya berputar semakin liar, aku segera tahu bahwa Mbak Dwi akan segera oegasme yang kedua.

Kutekan kemaluanku ke dalam liang sanggamanya, dan kupercepat putaran jempolku ke klitorisnya, sampai kurasakan tangannya mencengkeram pahaku. Biasanya pada saat orgasme aku mendengar rintihan dan melihat wajahnya menegang, tapi kali ini aku tidak mendengar dan melihat wajahnya. Kucabut penisku yang masih mengeras dan bersimbah lendirnya, segera kukocok dengan tangan kananku, kira-kira lima centi di atas lubangnya, dan akhirnya.., aku tidak dapat menahan kenikmatan. Kusemprotkan seluruh spermaku ke lubang vaginannya yang masih menganga. Mbak Dwi segera menarik tubuhnya masuk ke kamarnya, sedang aku menutup kembali papan yang terbuka. Sebuah permainan sex yang berbahaya dan menegangkan namun penuh nikmat dan tidak terlupakan.

Sejak saat itu, kami tidak pernah berani melakukannya lagi permainan sex di samping suaminya yang masih tidur, walaupun permainan dengan tangan tetap dilakukan. Apalagi sex di siang hari, masih rutin kami lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar